• RSS
  • Delicious
  • Digg
  • Facebook
  • Twitter
  • Linkedin

Thumbnail Recent Post

Recent Comments

  • Sit amet felis. Mauris semper, velit semper laoreet dictum

    Welcome to WordPress. This is your first post. Edit or delete it, then start blogging!Lorem ipsum dolor sit amet, consectetuer adipiscing elit. Quisque sed felis. Aliquam sit amet felis. Mauris ...

  • Category name clash

    Lorem ipsum dolor sit amet, consectetuer adipiscing elit. Quisque sed felis. Aliquam sit amet felis. Mauris semper, velit semper laoreet dictum, quam diam dictum urna, nec placerat elit nisl in ...

  • Test with enclosures

    Here's an mp3 file that was uploaded as an attachment: Juan Manuel Fangio by Yue And here's a link to an external mp3 file: Acclimate by General Fuzz Both are CC licensed. Lorem ...

  • Block quotes

    Some block quote tests: Here's a one line quote. This part isn't quoted. Here's a much longer quote: Lorem ipsum dolor sit amet, consectetuer adipiscing elit. In dapibus. In pretium pede. Donec ...

Posted by My College Blog - - 0 komentar


    Pada suatu hari hidup seorang wanita di sebuah desa.  Dia bernama Lativa. Dia hidup sebatang kara setelah ditinggalkan oleh kedua orangtuanya yng entah kemana. Sejak kecil Latina tidak mengetahui keberadaan orangtuanya dimana. Dahulu Ia tinggal bersama neneknya, namun neneknya sudah lebih dahulu meninggalkan Latina. Untuk memenuhi kebutuhan hidupnya Lativa harus bekerja keras memenuhi kebutuhan hidupnya sendiri. Latina selalu berusaha dan tidak pernah kenal waktu. Latina harus memenuhi kebutuhan hidupnya sendiri dan harus membiayai sekolahnya demi cita-cita yang Ia inginkan. Dia wanita hebat yang tak kenal lelah. Dia selalu tabah menghadapi hidupnya , hingga sering kali merasakan hal-hal yang menyakitkan ketika harus berjualan disekolahnya.
Sering kali temannya berkata, “Hei Tina (begitu nama panggilannya) disini bukan tempat berjualan,, kalau ingin berjualnan diluar sana”
Tetapi Latina hanya diam dan tersenyum lalu pergi meninggalkan temannya. Tetapi temannya-temannya mengikuti Latina berjalan, mereka mengejar Latina dan menghentikan langkah  Latina dan berkata, “Hei penjual kue harusnya kamu tidak ada disekolah ini.”
Latina menjawab, “saya hanya menuntut ilmu disini tidak mengganggumu, untuk apa kau menggangguku?”
Teman-temannya berkata, “aku tidak suka melihat kamu disini anak desa.”
Latina diam dan matanya mulai berkaca-kaca, lalu bergegas untuk pergi.
Hari sudah mulai sore Latina harus bergegas untuk pulang dan menyiapkan keperluan untuk berjualannya. Kemudian Ia harus belajar untuk sekolahnya, namun Latina tidak pernah mengeluh dalam menjalani hidupnya.

    Latina bangun pagi-pagi sekali untuk menyiapkan segala keperluan yang harus dijualnya. Kali ini Ia harus menitipkan jualannya di warung-warung karena Ia tahu sudah akan melakukan pembayaran sekolahnya. Latina memang anak yang cerdas karena Ia selalu menjadi juara dikelasnya, namun keterbatasan yang Ia punya mengharuskan Ia untuk menjadi sesorang wanita yang mendiri dan tabah. Sampai suatu ketika Ia sedang asyik mengikuti pelajaran harus dipanggil oleh gurunya ke ruangannya. Latina mengetahui apa yang ingin dibicarakan oleh gurunya, Ia mendapatkan surat peringatan karena sudah menunggak uang bayaran. Namun Latina tak patah semangat, Ia selalu berusaha tersenyum apapun yang menimpanya. Latina terus berjuang demi hidupnya dan sedikit demi demi sedikit Ia mengumpulkan hasil jerih payahnya.
Namun ketiga teman-temannya yang jail lalu menghampirinya dan mengejeknya.. “Hei penjual kue makanya kalau tidak mampu tidak usah sekolah berada disini, dasar kau anak pungut.”
Latina tetap tak menghiraukan ketiiga temannya itu. Ia bergegas untuk pulang lalu berjualan hingga larut malam. Namun hasil yang didapat juga belum cukup untuk membayar uang bayaran sekolahnya.
Keesokan paginya Latina harus berngkat pagi-pagi untuk berjualan kembali... kali ini Ia lebih banyak menitipkan kuenya pada sejumlah warung-warung yang Ia lewati. Selesainya bekerja Ia kembali untuk melanjutkan sekolahnya. 
Sesampainya disekolah gurunya menghampiri dan berkata “mari ikut Ibu sebentar Tin,”
Tina berjalan bersama gurunya ke ruangan gurunnya.
“Ya ada apa, Bu?” Tina menjawabnya.
“Bagaimana Tina, apa kamu sudah bisa bayar bulanan kamu?”
Tina tertunduk dan  berkata “Saya minta waktu Bu 1hari lagi pasti saya akan lunasi.”
“Baiklah Tina... Ibu akan konfirmasikan kepada kepala sekolah, maafkan Ibu jika harus  menagihnya.”  Gurunya seakan tak tega melihat wajah Tina yang seketika merenung dan sesekali matanya terlihat berkaca-kaca.
Lalu Tina kembali untuk melanjutkan pelajaran yang sudah Ia tinggal selama beberapa menit itu.
Bel pulang berbunyi “neeeet... neeeeeeet”
Para siswa berhamburan untuk pulang, namun Latina masih berada didalam kelas. Dan ketiga temannya itu datang berkata “heeeei, (mereka merampas surat yang diberikan oleh gurunya, lalau mentertawakannya “hahaaaaaa”). Untuk apa kamu berada disini menyusahkan saja kamu Tin.”
Tina yang tak tahan melihat tingkah ketiga temannya lalu segera pergi untuk mengunjungi makam neneknya sambil menangis. Tina tertidur disana dan ada seorang penjaga makam membangunkannya. Lalu Tina segera pergi dari makam itu untuk melanjutkan peprjalanannya menuju warung-warung yang sudah Ia titipkan kue, karen Ia harus mengambil uang yang sudah terjual.
Setelah mengambil uang-uang itu Latina menghitungnya dan ternyata uang nya sudah cukup untuk membayar uang sekolahnya. Latina begitu terharu dan bersyukur atas apa yang Ia dapat.
Keesokan paginya Ia bersemangat  berangkat pergi kesekolah, dan langsung membayarkan uang bayarannya itu, kemudian kembali kekelas karena bel sudah berbunyi. Akhirnya uang bayaran terakhir ini mampu Ia bayarkan.  Beberapa hari kemudian adalah hari penentuan dimana Latina  harus ujian agar mendapatkan nilai yang maksimal. Dan ujianpun dimulai.....

    Latina selalu berusaha belajar dan berdoa agar nilainya bagus-bagus. Kini ujian terakhir berlangsung, dengan doa Laitina selalu berpikiran positif.  Dan..... selasai lah  ujian terakhir ini.
Latina kembali pulang dan keesokan harinya harus datang kesekolah untuk melihat pengumuman. Dengan semangat Latina berangkat lebih awal dan Ia sangat terkejut ketika melihat mading sekolahnya, namanya tertempel pada urutan pertama. Sedangkan ketiga temannya hanya beberapa urutan dibawahnya.
Tidak sampai perjuangannya hanya disitu, Latina harus fokus untuk bekerja berjualan kue lagi.. Latina harus  membuat kue dan menaruhnya di warung-warung karena Ia harus mengumpulkan uang kembali untuk melanjutkan sekolahnya ke perguruan tinggi.
Latina berusaha lebih keras dan lebih giat lagi. Akhirnya Latina memecahkan celengan ayamnya itu dan menghitungnya, namun ternyata masih belum cukup untuk melanjutkan sekolahnya ke perguruan tinggi. Akan tetapi kali ini Ia berusaha untuk membuat toko kue dan memproduksi kue lebih banyak lagi.

    Berkat kerja kerasnya selama ini Ia berhasil mengumpulkan uang yang Ia rasa sudah cukup untuk melanjutkan sekolahnya ke perguruan tinggi yang Ia inginkan. Lalu Ia mendaftarkan ke perguruan timggi yang Ia inginkan. Sambil kuliah, Latina mengurusi tokonya. Hingga Latina memiliki toko kue yang sudah besar dan terkenal... kuliahnya pun berjalan lancar.
Sampai suatu ketika Latina bertemu dengan seorang pemuda tampan yang ingin mendampingi hidupnya.. akhirnya Latina hidup bahagia bersama keluarga kecilnya setelah penderitaan yang Ia alami sejak kecil, walaupun hingga kini Latina tidak pernah bertemu dengan kedua orangtuanya.
[ Read More ]

Posted by My College Blog - - 0 komentar

Pengertian Rancangan Penelitian (Proposal)

Proposal berasal dari kata propose yang artinya mengajukan. Istilah proposal berarti pengajuan penawaran berupa gagasan, ide dan pemikiran kepada pihak lain untuk mendapatkan dukungan, persetujuan, izin, dan sebagainya.
Proposal penelitian merupakan puncak akumulasi kegelisahan dan permasalahan akademik yang dicari pemcahannya oleh si peneliti. Tanpa kegelisahan akademik yang mendalam, proposal yang baik sulit tersusun. Karena itu, penyusunan proposal penelitian tidak dapat disusun secara mendadak. Sebab dalam proposal yang baik, diperlukan kejelasan dan urgensi suatu masalah yang akan diteliti, memiliki kegelisahan akademik, diperlukan ”kerangka teori harus dibangun terlebih dahulu dengan baik oleh peneliti, diperlukan alat untuk membedah dan menganalisis problem akademik yang sedang dihadapi dan ingin dipecahkan. Dalam menyusun proposal penelitian, biasanya peneliti menggunakan model atau stantar tertentu. Mengenai isi proposal penelitian, belum ada aturan atau stándar baku tertentu tentang unsur-unsur yang harus ada dalam suatu proposal penelitian. Biasanya tergantung pada institusi (PT), sponsor, pemberi dana, atau pengguna penelitian.
Tapi paling tidak dalam menyusun proposal penelitian, ada 3 unsur yang harus ada dalam suatu proposal penelitian, yaitu :

1. Latar belakang masalah yaitu pemahaman peneliti tentang peta permasalahan yang akan diteliti.
2. Kerangka teori dan telaah pustaka berupa pemahaman peneliti terhadap penelitian terdahulu dan peta teori dan posisi        kerangka pikir dalam penelitiannya.
3. Metodologi yaitu pemahaman peneliti tentang cara untuk mencapai tujuan penelitiannya.

Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan, dalam penulisan proposal penelitian, yaitu :

1. Gagasan tentang sesuatu topik studi dilakukan dengan alasan-alasan tertentu, tujuan tertentu, pendekatan tertentu, dan     metodologi untuk melakukannya.
2. Merupakan puncak akumulasi kegelisahan dan permasalahan akademik yang dicari pemcahannya. Kegelisahan akademik dengan      argumen yang jelas dan didukung dengan data dalam setiap pointnya.
3. Ditunjukkan bagaimana masalah itu terintegrasi secara konseptual.
4. Unsur dalam proposal penelitian merupakan satu alur fikir yang logik dan utuh menggambarkan: gagasan, kerangka pikir,      masalah, dan cara kerja untuk mencapai tujuan penelitian.

Penjelasan mengenai rancangan atau desain penelitian yang digunakan perlu diberikan untuk setiap jenis penelitian, terutama penelitian eksperimental. Rancangan penelitian diartikan sebagai strategi mengatur latar penelitian agar peneliti memperoleh data yang valid sesuai dengan karakteristik variabel dan tujuan penelitian.
Banyak definisi yang dikemukakan berkenaan dengan rancangan penelitian atau research design, namun apa pun bunyi definisi tersebut, rancangan penelitian pada dasarnya merupakan “blueprint” yang menjelaskan setiap prosedur penelitian mulai dari tujuan penelitian sampai dengan analisis data.

Komponen yang umumnya teradap dalam rancangan penelitian adalah :

1. Tujuan penelitian
    Yang dimaksud dengan tujuan penelitian adalah hasil akhir penelitian itu  sendiri. Fungsi tujuan penelitian, di samping    untuk mengarahkan proses penelitian, juga dapat dijadikan tolok ukur keberhasilan penelitian. Tujuan penelitian dapat    dinyatakan dalam bentuk pertanyaan penelitian (research questions) dan atau juga hipotesis penelitian

2. Jenis penelitian yang akan digunakan
    Beberapa jenis penelitian yang banyak dipakai dalam ilmu administrasi atau manajemen adalah penelitian deskriptif,    korelasional, eksperimental. Penelitian deskriptif bertujuan memberikan gambaran fenomena yang diteliti secara apa    adanya, namun lengkap dan rinci. Satu contoh yang banyak dari penelitian deskriptif adalah penilaian sikap atau    pendapat dari individual, organisasi, peristiwa, atau prosedur kerja.

3. Unit analisis atau populasi penelitian
    Individual, Misalnya ingin mengetahui kepuasan pegawai, maka unit analisisnya adalah individu-individu pegawai.
    Kelompok, Misalnya ingin mengetahui kinerja antar departemen atau gugus kendali mutu, maka unit analisisnya adalah    kelompok.
    Organisasi. Misalnya ingin mengukur kualitas pelayanan kantor X, maka unit analisisnya adalah organisasi.
    Benda. Misalnya menilai kualitas susu bubuk untuk bayi, maka unit analisis- nya adalah produk, berupa susu bayi.

4. Rentang waktu dan tempat penelitian dilakukan
   - One shot or Cross section studies, data dikumpulkan hanya sekali.
   - Longitudinal studies, data dikumpulkan dalam beberapa periode waktu tertentu. Misalnya untuk
     meneliti disiplin pegawai, peneliti mengamati perilaku pegawai selama enam bulan.

5. Teknik pengambilan sampel
     Secara umum ada dua teknik, yaitu sampling probabilistik dan nonproba-bilistik, atau acak dan non-acak. Dalam sampel    acak antara lain terdapat simple random sampling, stratified random sampling, area sampling, cluster sampling,    systematic sampling. Dalam nonprobabilistic sampling antara lain terdapat accidental sampling, convienience sampling,    snow-ball sampling, purposive sampling. Kesemua teknik tersebut dibahas secara lebih mendalam dalam teknik sampling.

6. Teknik pengumpulan data
     Kita mengenal beberapa teknik pengumpulan data, yaitu wawancara, kuesioner, observasi, dan studi dokumentasi. Sebuah    penelitian bisa hanya menggantungkan pada satu cara pengumpulan data, tetapi bisa juga mengkombinasikannya. Misalnya,    untuk mencari data dari variable motivasi kerja menggunakan kuesioner, sedangkan untuk mencari data pendapatan, gaji,    atau upah, menggunakan teknik observasi.

7. Definisi operasional variabel penelitian
    Bagi penelitian kuantitatif, langkah ini mutlak dilakukan. Yang dimaksud dengan definisi operasional variabel adalah    upaya untuk mengurangi keabstrakan konsep atau variabel penelitian, sehingga bisa dilakukan pengukuran. Beberapa    peneliti menggunakan istilah indikator. Misalnya, untuk mengukur disiplin pegawai, maka dihitung frekuensi ketepatan    masuk kerja, kepatuhan pada peraturan, dlsb. Untuk mengetahui produktivitas, dihitung perbandingan antara hasil herja    dengan waktu kerja.

8. Pengukuran
    Jenis skala pengukuran untuk setiap variabel penelitian perlu diketahui dengan benar. Hal ini berguna untuk menetapkan    rumus atau perhitungan-perhitungan statistik. Misalnya, untuk variabel yang berskala nominal tidak mungkin dihitung    rata-ratanya. Skala pengukuran yang ada adalah nominal, ordinal, interval, dan rasio.

9. Teknik analisis data.
     Sebelum data dianalisis, diolah terlebih dahulu. Maka dikenal proses editing, coding, master table, dan lain-lainnya.    Analisis data mencakup kegiatan mengukur reliabilitas dan validitas, mean, deviasi standar, korelasi, distribusi    frekuensi, uji hipotesis, dan lain sebagainya.

10. Instrumen pencarian data (mis. Kuesioner)
      Ada beberapa alat yang dikenal sebagai alat pengambil data dalam penelitian sosial / bisnis. Alat-alat tersebut     mencakup wawancara, kuesioner atau angket, observasi, dan studi dokumentasi



Sistematika Penulisan Proposal

Proposal penelitian, secara umum terdiri dari bagian awal, bagian pokok, dan bagian akhir:

1. Bagian Awal, berisi :

    a) judul penelitian (sampul depan)
    b) identitas peneliti

2. Bagian Pokok, berisi :

    a) latar belakang masalah
    b) rumusan masalah atau pertanyaan penelitian
    c) tujuan penelitian
    d) kegunaan penelitian
    e) telaah pustaka
    f) kerangka teori
    g) hipotesis [jika ada]
    h) metode penelitian, dan
    i) sistimatika pembahasan.

3. Bagian akhir, berisi :
    a) daftar pustaka sementara
    b) lampiran (bila ada).



Contoh Proposal

DRAFT RANCANGAN PROPOSAL PENELITIAN TINDAKAN KELAS

KETERPAHAMAN PENGGUNAAN BAHASA DALAM BUKU TEKS PELAJARAN PKN
BAGI SISWA SMP NEGERI 1 GEKBRONG DI KABUPATEN CIANJUR HUBUNGANNYA DENGAN UPAYA PELAKSANAAN KURIKULUM PENDIDIKAN BERKARAKTER


A. Abstrak

Dalam kegiatan pembelajaran di Indonesia, pada umumnya mata pelajaran PKn merupakan media interaksi antara pendidik dan peserta didik. PKn digunakan pendidik untuk menyampaikan konsep keilmuan, mengembangkan kompetensi, dan meningkatkan keterampilan peserta didik. Demikian pula dalam buku teks pelajaran, PKn digunakan sebagai media berkomunikasi antara penulis buku dengan peserta didik.
Oleh karena itu, bahasa yang digunakan seharusnya dapat mengusung dan menjelaskan konsep lokal hingga global sesuai dengan perkembangan dan kematangan emosional peserta didik.

Penelitian ini menyingkap aspek keterpahaman penggunaan bahasa dalam buku teks pelajaran PKn bagi siswa SMP Negeri 1 Gekbrong di Kabupaten Cianjur hubungannya dengan upaya pelaksanaan kurikulum pendidikan berkarakter.
Buku teks yang diukur terdiri atas pelajaran PKn, Bahasa Indonesia, TIK dan IPS. Dengan menggunakan teknik observasi, tes, dan angket dilakukan pengumpulan data dari sumber data yang dipilih secara purposive (untuk menentukan lokasi 3 Kecamatan dan 3 sekolah) dan dengan teknik stratified random sampling (untuk menentukan peserta didik yang diukur) melalui empat buku teks pelajaran.
Hasilnya, keterpahaman PKn dalam buku teks pelajaran bergantung pada pengenalan kosakata yang digunakan, tingkat keintiman kalimat dengan siswa, pemahaman gagasan utama suatu paragraf, dan jenis wacana yang dipilih.
kata kunci : keterbacaan, keterpahaman, dan buku teks pelajaran


B. Pendahuluan

Dari sudut pandang buku teks pelajaran, PKn merupakan media berinteraksi antara peserta didik dengan materi didik. PKn digunakan untuk menyampaikan konsep keilmuan dan seperangkat kompetensi yang seharusnya dimiliki dan dikembangkan dalam pembelajaran. PKn digunakan untuk memahami tahapan yang harus dilakukan peserta didik dalam mengembangkan kompetensinya. PKn digunakan sebagai wahana berpikir peserta didik dalam memahami konsep dan aplikasinya.
PKn dalam bahan ajar dituntut dapat menjelaskan konsep sesuai dengan perkembangan intelektual peserta didik. PKn yang digunakan harus sesuai dengan kematangan sosial emosional peserta didik dalam mengusung konsep lokal sampai dengan global. PKn yang digunakan harus menarik dan jelas agar mendorong peserta didik untuk mempelajari bahan ajar sampai dengan tuntas. PKn yang digunakan dalam bahan ajar seharusnya menggunakan bentuk kata, istilah, kalimat, dan paragraf yang sesuai dengan kaidah bahasa untuk berkomunikasi tertulis.
Dari sudut pandang kebijakan pendidikan, tertuang dalam Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan bahwa buku teks pelajaran termasuk ke dalam sarana pendidikan yang perlu diatur standar mutunya, sebagaimana juga standar mutu pendidikan lainnya, yaitu standar isi, standar proses, standar kompetensi lulusan, standar pendidikan dan kependidikan, standar sarana dan prasarana, standar pengelolaan, standar pembiayaan, dan standar penilaian pendidikan.

Pasal 43 peraturan ini menyebutkan bahwa kepemilikan buku teks pelajaran harus mencapai rasio 1:1, atau satu buku teks pelajaran diperuntukkan bagi seorang siswa. Buku teks pelajaran yang digunakan di sekolah-sekolah harus memiliki kebenaran isi, penyajian yang sistematis, penggunaan bahasa dan keterbacaan yang baik, dan grafika yang fungsional. Kelayakan ini ditentukan oleh penilaian yang dilakukan Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP) dan ditetapkan berdasarkan Peraturan Menteri.
Kebijakan buku teks pelajaran sebagaimana tertuang di dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia (Permendiknas) Nomor 11 Tahun 2005 mengatur tentang fungsi, pemilihan, masa pakai, kepemilikan, pengadaan, dan pengawasan pengunaan buku teks pelajaran.
Menurut Peraturan Menteri ini, buku teks pelajaran adalah buku acuan wajib untuk digunakan di sekolah yang memuat materi pembelajaran dalam rangka peningkatan keimanan dan ketakwaan, budi pekerti dan kepribadian, kemampuan penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi, kepekaan dan kemampuan estetis, potensi fisik dan kesehatan yang disusun berdasarkan standar nasional pendidikan.
Buku teks pelajaran berfungsi sebagai acuan wajib oleh pendidik dan peserta didik dalam proses pembelajaran.
Buku teks pelajaran hendaknya mampu menyajika bahan ajar dalam PKn yang baik dan benar. Di sini dapat dilihat apakah penggunaan bahasanya wajar, menarik, dan sesuai dengan perkembangan siswa atau tidak. Aspek keterbacaan berkaitan dengan tingkat kemudahan bahasa (kosakata, kalimat, paragraf, dan wacana) bagi siswa sesuai dengan jenjang pendidikannya, yakni hal-hal yang berhubungan dengan kemudahan membaca bentuk tulisan atau topografi, lebar spasi dan aspek-aspek grafika lainnya, kemenarikan bahan ajar sesuai dengan minat pembaca, kepadatan gagasan dan informasi yang ada dalam bacaan, dan keindahan gaya tulisan, serta kesesuaian dengan tatabahasa baku.
Pada tahun 2004 Depdiknas melalui SK Dirjen Dikdasmen Nomor 455 dan 505 telah menetapkan buku-buku teks pelajaran untuk Sekolah Dasar dan Madrasah Ibtidaiyah untuk mata pelajaran Matematika, IPA, PKn, dan Pengetahuan Sosial yang memenuhi kelayakan isi, penyajian, keterbacaan, dan grafika berdasarkan penilaian yang dilakukan oleh PNPBP Pusat Perbukuan Depdiknas pada tahun 2004. Buku-buku tersebut pada tahun 2006 sepatutnya telah digunakan di SD/MI di seluruh Indonesia.
Penilaian terhadap keterbacaan buku teks pelajaran yang telah dilakukan terhadap buku-buku teks pelajaran hanya berpusat terhadap aspek bacaan, baik hal-hal yang berhubungan `dengan penggunaan wacana, paragraf, kalimat, dan kata yang dipandang dari kaidah PKn dan ketersesuaian bahasa dengan peserta didik. Berdasarkan penilaian itu, PKn yang digunakan dalam buku teks pelajaran diduga dapat berfungsi sebagai media menyampaikan pesan.
Namun, informasi tentang interaksi antara pembaca (peserta didik) dengan bacaan (PKn) dalam kegiatan penilaian itu tidak menjadi pertimbangan karena informasi tersebut harus diperoleh ketika buku tersebut digunakan oleh peserta didik dalam peristiwa membaca.

Dalam menentukan keterbacaan suatu teks pelajaran dilakukan kajian pada tiga hal, yaitu keterbacaan teks, latar belakang pembaca, dan interaksi antara teks dengan pembaca. Hal ini sesuai dengan konsep dasar yang diungkapkan Prof. Dr. Yus Rusyana (1984: 213) bahwa keterbacaan berhubungan dengan peristiwa membaca yang dilakukan seseorang, sehingga akan bertemali dengan aspek (1) pembaca; (2) bacaan; dan (3) latar. Ketiga komponen tersebut akan dapat menerangkan keterbacaan buku teks pelajaran.
Tulisan ini akan lebih dominan mengungkap tentang hasil kajian keterbacaan buku teks pelajaran. Keterbacaan yang dimaksud adalah kemampuan berinteraksi penggunaan PKn dalam buku teks pelajaran dengan peserta didik sebagai pembaca. Oleh karena itu, mudah-mudahan tulisan ini dapat memberikan sumbangan pemikiran tentang penggunaan PKn dalam konteks pembelajaran.


C. Beberapa Hasil Studi Keterbacaan

Keterbacaan (readability) adalah seluruh unsur yang ada dalam teks (termasuk di dalamnya interaksi antarteks) yang berpengaruh terhadap keberhasilan pembaca dalam memahami materi yang dibacanya pada kecepatan membaca yang optimal (Dale & Chall dalam Gilliland, 1972). Mc Laughin (1980) menambahkan bahwa keterbacaan itu berkaitan dengan pemahaman pembaca karena bacaannya itu memiliki daya tarik tersendiri yang memungkinkan pembacanya terus tenggelam dalam bacaan.

Gilliland (1972) kemudian menyimpulkan keterbacaan itu berkaitan dengan tiga hal, yakni kemudahan, kemenarikan, dan keterpahaman. Kemudahan membaca berhubungan dengan bentuk tulisan, yakni tata huruf (topografi) seperti besar huruf dan lebar spasi. Kemudahan ini berkaitan dengan kecepatan pengenalan kata, tingkat kesalahan, jumlah fiksasi mata per detik, dan kejelasan tulisan (bentuk dan ukuran tulisan). Kemenarikan berhubungan dengan minat pembaca, kepadatan ide pada bacaan, dan keindahan gaya tulisan.
Keterpahaman berhubungan dengan karakteristik kata dan kalimat, seperti panjang-pendeknya dan frekuensi penggunaan kata atau kalimat, bangun kalimat, dan susunan paragraf.
Selanjutnya, Klare (1984:726) menyatakan bahwa bacaan yang memiliki tingkat keterbacaan yang baik akan memengaruhi pembacanya dalam meningkatkan minat belajar dan daya ingat, menambah kecepatan dan efisiensi membaca, dan memelihara kebiasaan membacanya. Pada dasarnya, tingkat keterbacaan itu dapat ditentukan melalui dua cara, yaitu melalui formula keterbacaan dan melalui respons pembaca (McNeill, et.al., 1980; Singer & Donlan, 1980).
Formula keterbacaan pada dasarnya adalah instrumen untuk memprediksi kesulitan dalam memahami bacaan. Skor keterbacaan berdasarkan formula ini didapat dari jumlah kata yang dianggap sulit, jumlah kata dalam kalimat, dan panjang kalimat pada sampel bacaan yang diambil secara acak. Formula Flesch (1974), Grafik Fry (1977), dan Grafik Raygor (1984) menggunakan rumus keterbacaan yang hampir sama. Dari ketiga formula itu, Grafik Fry lebih populer dan banyak digunakan karena formulanya relatif sederhana dan mudah digunakan.

Tingkat keterbacaan wacana juga dapat diperoleh dari tes keterbacaan terhadap sejumlah pembaca dalam bentuk tes kemampuan memahami bacaan. Tes itu menguji apa yang disebutkan oleh Bernhardt (1991) sebagai ’enam faktor heuristic dalam pemahaman isi bacaan’. Tiga faktor berkaitan dengan teks (text driven), yaitu pengenalan kata, proses dekoding fonem-grafem, dan pengenalan sintaksis kalimat.
Tiga faktor lain berhubungan dengan pengetahuan pembaca (knowledge driven), yaitu intratextual perception, metacognition, dan prior knowledge. Ketiga faktor terakhir itu sifatnya tersembunyi dan tersirat, sebagaimana telah dibahas pada bagian terdahulu.
Penelitian tentang keterbacaan buku sudah berlangsung sejak tahun 1920-an, antara lain dilakukan oleh Lively dan Pressey yang menemukan formula keterbacaan berdasarkan struktur kata dan kalimat serta makna kata yang diukur dari frekuensi dan kelaziman pemakaiannya (Klare, 1984).
Dale (dalam Tarigan, 1985) meneliti jumlah kosakata yang digunakan oleh anak-anak pembelajar pemula di Amerika Serikat. Sebanyak 1500 kata telah dikuasai mereka, terutama kosakata yang berhubungan dengan kata-kata yang digunakan sehari-hari. Memasuki tahun kedua, para siswa itu telah menguasai kosakata sejumlah 3000 kata.
Penambahan kosakata setiap tahun sekitar 1000 kata, sehingga jumlah kosakata rata-rata bagi lulusan SMA sekitar 14000 kata, dan bagi mahasiswa sekitar 18000 sampai 29000 kata (Harris & Sipay dalam Zuchdi, 1995).

Hasil studi keterbacaan yang dilaksanakan oleh Tim Pusat Perbukuan tahun 2003-2004 menyimpulkan bahwa ciri-ciri penting dari suatu buku teks pelajaran untuk sekolah dasar yang memiliki keterbacaan tinggi dapat dilihat dari penggunaan aspek wacana, paragraf, kalimat, pilihan kata, dan pertanyaan atau latihan-latihan dalam buku teks pelajaran tersebut.
Berdasarkan kajian terhadap aspek wacana, maka buku pelajaran sekolah dasar yang memiliki keterbacaan tinggi untuk siswa kelas satu sampai dengan kelas tiga jika disajikan dengan menggunakan wacana narasi, sedangkan untuk siswa kelas empat sampai dengan enam disajikan dengan menggunakan wacana deskripsi.
Berdasarkan kajian terhadap aspek paragraf dari penelitian itu, diketahui bahwa buku pelajaran sekolah dasar yang memiliki keterbacaan tinggi adalah buku pelajaran yang disajikan dengan menggunakan paragraf-paragraf deduktif. Paragraf induktif dapat digunakan dalam meningkatkan pemahaman siswa kelas empat, lima, dan enam jika digunakan dalam wacana narasi.
Berdasarkan kajian terhadap aspek kalimat, maka buku pelajaran sekolah dasar yang memiliki keterbacaan tinggi bagi siswa kelas dua dan tiga adalah jika kalimat-kalimat yang digunakannya berupa kalimat sederhana, sedangkan untuk siswa kelas empat sampai dengan enam dapat menggunakan kalimat luas yang dapat meningkatkan pemahamannya secara lebih baik. Jika wacana yang digunakannya adalah wacana argumentasi, maka kalimat-kalimat sederhana dalam wacana tersebut dapat meningkatkan keterbacaan suatu buku pelajaran.

Berdasarkan kajian terhadap aspek penggunaan kata atau pilihan kata maka buku pelajaran sekolah dasar untuk siswa kelas satu sampai dengan tiga yang memiliki keterbacaan tinggi jika pada buku tersebut digunakan kosakata sederhana, memiliki sukukata sederhana, dan kosakatanya berhubungan dengan konteks social siswa. Penggunaan kosakata dalam buku pelajaran untuk siswa kelas empat sampai dengan enam sebaiknya menghindari penggunaan istilah-istilah khusus, asing atau bermakna konotatif.
Berdasarkan kajian terhadap pertanyaan bacaan atau latihan dalam buku teks pelajaran, diketahui bahwa buku pelajaran untuk sekolah dasar kelas satu sampai dengan kelas tiga sebaiknya menggunakan pertanyaan bacaan berbentuk isian terbatas, rumpang kata, atau melengkapi sebuah kata dalam konteks kalimat. Sementara itu, pertanyaan atau latihan untuk siswa kelas empat sampai dengan kelas enam dapat menggunakan pertanyaan, perintah, atau latihan yang menuntut pengembangan kemampuan berpikir logis dan kemampuan berpikir abstrak.
Dalam kaitan dengan pengukuran keterbacaan suatu bacaan atau buku teks pelajaran untuk sekolah dasar maka dapat dinyatakan bahwa formula SMOG (Simplified Measure of Gobbledygook) Test dapat digunakan untuk memprediksi kesesuaian peruntukan suatu bacaan sebelum bacaan tersebut digunakan sebagai bahan ajar kepada para siswa sekolah dasar. Formula ini cukup sederhana dan dapat digunakan untuk mengukur keterbacaan suatu bacaan yang paling sedikit terdiri atas 10 kalimat.


Pengukuran ahli atau guru terhadap keterbacaan suatu bahan bacaan hanya dapat dilakukan jika penilai (assessor) menguasai materi pelajaran yang akan diukur dan menguasai pula aspek-aspek kebahasaan yang digunakan dalam bacaan tersebut. Hasil pengukuran ini dapat digunakan untuk memprediksi tingkat keterbacaan, sebelum digunakan sebagai bahan ajar kepada peserta didik.
Pengukuran keterbacaan berdasarkan kemampuan siswa dalam memahami bacaan dan pertanyaan bacaan merupakan pengukuran yang realistis. Hasil pengukuran dengan cara ini menghasilkan keterbacaan yang sesuai dengan hasil pengukuran dari formula SMOG dan penilaian ahli. Pengukuran jenis ini dianggap hasil pengukuran yang paling sesuai, karena dilakukan secara langsung kepada siswa sebagai pemakainya. Hasil pengukuran ini dapat digunakan sebagai indikator dari suatu bacaan yang memiliki keterbacaan tinggi.


D. Metode Penelitian

Kajian deskriptif ini dilakukan terhadap siswa SD/MI di Indonesia dengan membagi keterwakilan sumber data dari tiga wilayah (Indonesia bagian Barat, Tengah, dan Timur). Dengan menggunakan metode angket, observasi, tes dan wawancara terhadap buku yang telah dinyatakan memiliki kelayakan sebagai buku berstandar nasional yaitu buku PKn, Matematika, Sains, dan Pengetahuan Sosial.
Sumber data dipilih dari tiga kabupaten/kota di tiga provinsi. Dari setiap kabupaten/kota dipilih tiga sekolah yang dianggap unggul, sedang, dan kurang.

Dari setiap sekolah dipilih peserta didik berdasarkan tingkatan pendidikan (kelas rendah/kelas 1 dan 2) dan kelas tinggi (kelas 3,4,5, dan 6).
Dari setiap kelas, siswa dipilih berdasarkan jenis kelamin siswa (laki-laki dan perempuan) berdasarkan penilaian guru sebagai siswa terbaik, sedang, dan kurang. Khusus untuk siswa kelas rendah, pengukuran bacaan (tes) dilakukan dengan cara dibantu dan dibimbing oleh asisten peneliti yang sudah dilatih sebelumnya dalam menafsirkan maksud peserta didik.


E. Hasil Penelitian

Dalam melakukan interaksi antara bacaan (PKn) berdasarkan keterpahaman kosakata, kalimat, paragraf, jenis teks/ bacaan; kemenarikan buku teks pelajaran; dan kemudahan dalam memahami sistematika penyajian diketahui sebagai berikut :

1. Keterpahaman kosakata dalam buku teks pelajaran bagi siswa sekolah dasar bergantung pada pengenalan mereka terhadap kosakata itu. Artinya, pemahaman mereka akan baik jika kosakata yang digunakan dalam buku PKn, Sains, dan Pengetahuan Sosial itu secara berurutan sering didengar (21,40%), kosakata tersebut sudah dikenal (20,42%), dan sering digunakan (16,22%). Ini menunjukkan bahwa kondisi siswa SMP pada umumnya memahami kosakata itu karena mereka sering mendengar, mengenal, dan sering menggunakan kosakata tersebut. Namun demikian, khusus untuk mata pelajaran Matematika justru tingkat pemahaman siswa terhadap kosakata yang digunakan karena kosakata tersebut sudah dikenal (23,0%) oleh mereka dalam kehidupan sehari-hari.

2. Keterpahaman siswa terhadap penggunaan kalimat dalam buku teks pelajaran bergantung pada keintiman kalimat tersebut dengan siswa. Artinya, jika kalimat-kalimat itu sudah sering dikenal oleh siswa maka akan semakin tinggi keterbacaan buku teks pelajaran tersebut. Namun, berbeda dengan hal ini, secara khusus untuk pelajaran Matematika suatu teks memiliki keterbacaan tinggi apabila kalimat tersebut disajikan secara efektif, lugas, jelas dan mengungkapkan makna atau tujuan yang dimaksudkan kalimat tersebut. Hal yang harus diperhatikan bahwa keterpahaman kalimat dalam buku teks pelajaran ditentukan pula oleh kesederhanaan kalimat yang digunakan. Semakin sederhana kalimat yang disusun dalam buku teks pelajaran maka akan semakin tinggi pula keterbacaan buku teks tersebut. Apabila dalam buku teks tersebut digunakan kalimat yang sulit atau belum dikenal siswa, maka keterbacaannya menjadi rendah. Namun, akan menjadi tinggi keterbacaannya jika kalimat tersebut diikuti dengan kalimat-kalimat atau uraian yang berfungsi sebagai penjelas serta kalimat tersebut sering didengar oleh para siswa, terutama pada mata pelajaran Pengetahuan Sosial.

3. Keterpahaman siswa sekolah dasar terhadap penggunaan paragraf dalam buku teks pelajaran bergantung pada letak gagasan utama dalam paragraf tersebut. Apabila dalam suatu paragraf menempatkan gagasan utama pada awal paragraf maka siswa lebih dapat memahami paragraf tersebut. Artinya, paragraf-paragraf yang disusun dengan menempatkan gagasan pokok atau pikiran utama pada awal paragraf lebih dapat dipahami siswa makna paragraf tersebut dan memiliki keterbacaan tinggi. Tingkat keterbacaan juga sangat ditentukan oleh ketersediaan gambar atau ilustrasi yang mengiringi paragraf tersebut. Dengan demikian, selain menempatkan pikiran utama atau gagasan utama pada awal paragraf, kehadiran gambar atau ilustrasi yang mengiringi paragraf tersebut dapat mempertinggi keterpahaman siswa terhadap paragraf yang digunakan.

4. Keterpahaman siswa terhadap jenis Bacaan, pada umumnya teks atau wacana yang digunakan dalam buku terstandar nasional dapat dipahami (64,55% responden). Apabila ditinjau berdasarkan bentuk-bentuk wacana yang digunakan dikaitkan dengan karakteristik bacaan yang dianggap mudah dipahami siswa ditemukan bahwa alasan suatu teks/bacaan mudah dipahami jika bacaan tersebut disajikan dengan menggunakan bentuk wacana eksposisi dan narasi atau argumentasi.


F. Pembahasan

Kualitas keterbacaan buku teks pelajaran PKn, Bahasa Indonesia, Sains, dan Pengetahuan Sosial yang berstandar nasional ditentukan oleh penggunaan kosakata, kalimat, paragraf, dan jenis wacana yang digunakan.
Dalam buku teks pelajaran terdapat beberapa penggunaan kosakata istilah keilmuan atau kosakata asing. Pemahaman terhadap kosakata ini dapat menentukan keterbacaan buku teks pelajaran.
Pemahaman siswa terhadap kosakata itu bergantung pada karakteristik kosakata tersebut, kosakata yang sering didengar (21,4%) atau sudah dikenal (20,42%) sangat dominan menentukan kualitas keterbacaan suatu teks. Semakin banyak kosakata yang jarang didengar atau tidak dikenal siswa yang digunakan dalam suatu teks maka semakin rendah keterbacaan teks tersebut.
Kondisi seperti ini sangat dirasakan siswa ketika membaca buku teks pelajaran Matematika (23,0%) dan Pengetahuan Sosial (23,4%). Kenyataan ini sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Dale (1973) dan Petty, Herold, and Stall (1968), seperti yang dilaporkan oleh Zuchdi (dalam World Bank Report, 1995) bahwa buku teks pelajaran terlalu banyak memuat kata-kata teknis yang jarang digunakan dalam kehidupan sehari-hari.
Kenyataan ini menyulitkan bagi siswa dalam memahami kosakata dalam suatu teks pelajaran. Penelitian yang dilakukan Zuchdi (1997) juga mengungkapkan jumlah kosakata dalam buku paket PKn yang digunakan di SMP rata-rata berjumlah 8000 kata, terdiri atas kata dasar, kata berimbuhan, kata majemuk, dan kata ulang. Penambahan setiap tahunnya kira-kira 1000 kata.
Dalam memahami pesan yang terdapat dalam materi buku teks pelajaran siswa harus memahami makna kalimat yang digunakannya. Pemahaman kalimat ini dapat menentukan keterbacaan buku teks pelajaran tersebut.
Kalimat-kalimat yang sudah intim dan menggunakan kosakata yang sudah dikenal siswa (36,9%) serta kalimat yang disusun secara efektif, lugas, jelas, dan mengungkapkan makna yang hendak dicapai oleh kalimat tersebut (25,2%) dapat lebih menentukan kualitas keterbacaan buku teks tersebut.
Penggunaan kalimat-kalimat yang kompleks dan teknis dapat menurunkan kualitas keterbacaan teks tersebut, terutama dalam buku pelajaran PKn (50%).
Kesulitan siswa memahami kalimat yang terdapat dalam buku teks pelajaran menjadi penyebab rendahnya keterbacaan. Kesulitan itu, karena beberapa alasan di antaranya karena penggunaan kalimat sulit dalam buku teks pelajaran tersebut tidak diikuti oleh kalimat penjelas (21,97%) dan kalimat tersebut belum pernah dan tidak dikenal siswa (20,32%).
Sementara itu, penelitian lain tentang pemahaman kalimat ditinjau berdasarkan panjang kalimat yang dipercaya sebagai faktor utama dalam menentukan pemahaman kalimat, sehingga biasanya dijadikan alat ukur tingkat keterbacaan sebuah wacana dan faktor penentu dalam rumus-rumus keterbacaan.
Flesch (1974) misalnya menyebutkan bahwa jumlah kalimat (bahasa Inggris) kurang dari delapan kata akan memudahkan pembacanya untuk memahami bacaan. Standar panjang kalimat adalah antara 14 sampai dengan 17 kata; sedangkan penggunaan lebih dari 25 kata sudah terlalu sukar untuk dipahami.
Dalam memahami pesan secara utuh atau pesan yang tidak tersurat dalam suatu teks, pembaca harus memahami paragraf tersebut. Pemahaman terhadap paragraf ini turut menentukan keterbacaan buku teks pelajaran.
Penggunaan paragraf deduktif atau yang menyajikan pikiran utama pada bagian awal paragraf (15,3%) dan paragraf yang dilengkapi dengan ilustrasi atau gambar (14,7%) dapat lebih meningkatkan keterbacaan suatu teks di dalam buku teks pelajaran.
Pada umumnya, bacaan dalam buku teks pelajaran PKn, Bahasa Indonesia, Sains, dan Pengetahuan Sosial yang berstandar nasional mudah dipahami siswa (64,55%), tetapi terdapat pula bacaan yang sulit dipahami (35,45%).
Bacaan yang dipandang mudah dipahami jika jenis bacaan tersebut disajikan dalam bentuk paragraf ekspositif (22,62%), naratif (22,12%), dan argumentatif (20,87%).
Para siswa menyatakan penyajian buku teks pelajaran SMP yang berstandar nasional menarik (97%), hanya 3% yang menyatakan tidak menarik.
Beberapa alasan yang menyatakan bahwa buku teks pelajaran tersebut menarik di antaranya karena buku tersebut dilengkapi dengan gambar dan ilustrasi yang turut memperjelas isi bacaan (16,3%) dan menggunakan tipografi/ huruf yang jelas dan mudah dibaca (16,0%).
Menurut mereka, penyajian warna-warni pada semua halaman atau bentuk-bentuk lain yang diupayakan penerbit untuk memberikan daya tarik dipandang tidak signifikan menentukan tingkat kemenarikan penyajian buku teks pelajaran.


G. Kesimpulan

Dari uraian di atas dapat diungkapkan beberapa hal menarik tentang perkembangan penggunaan bahasa Indonesia pada mata pelajaran PKn dalam konteks kajian keterbacaan sebagai berikut :


1. Keterpahaman penggunaan kosakata bahasa Indonesia pada mata pelajaran PKn dalam buku teks pelajaran ditentukan oleh seringnya kosakata tersebut didengar dan sudah dikenal oleh siswa. Keterpahaman kalimat dalam buku teks pelajaran PKn ditentukan oleh tingkat keintiman dan kesederhanaan kalimat tersebut bagi siswa, jika kalimat-kalimat dalam buku teks sudah sering dikenal oleh siswa atau disajikan dengan susunan yang sederhana maka keterbacaan buku teks pelajaran tersebut semakin tinggi. Keterpahaman paragraf dalam buku teks pelajaran ditentukan oleh letak pikiran utama atau gagasan pokok yang disajikan dan ketersediaan gambar atau ilustrasi yang mengiringi paragraf tersebut. Keterpahaman teks atau bacaan buku terstandar pada umumnya tinggi, karena menggunakan jenis wacana narasi, eksposisi, dan argumentasi. Keterpahaman bacaan dalam buku teks pelajaran eksakta (Matematika dan Sains) tinggi jika menggunakan jenis wacana eksposisi dan argumentasi, sedangkan mata pelajaran sosial (PKn dan Pengetahuan Sosial) menggunakan jenis wacana narasi dan eksposisi.

2. Keterpahaman penggunaan bahasa Indonesia pada mata pelajaran PKn yang digunakan dalam buku teks pelajaran turut menentukan keterbacaan suatu buku teks pelajaran tersebut. Semakin tinggi keterpahaman buku teks pelajaran maka semakin tiggi pula keterbacaan buku tersebut.


H. Saran

Berdasarkan simpulan di atas, pada bagian ini disampaikan saran sebagai berikut :

1. Untuk meningkatkan perkembangan penggunaan bahasa Indonesia pada mata pelajaran PKn di kalangan peserta didik diperlukan kajian-kajian keterbacaan buku teks pelajaran atau buku yang digunakan dalam kegiatan pembelajaran. Selain itu, diperlukan pula peningkatan kualitas keterbacaan buku teks pelajaran.

2. Hal yang tidak kalah penting, dalam mendorong perkembangan penggunaan bahasa Indonesia pada mata pelajaran PKn di kalangan peserta didik diperlukan pula peningkatan kegiatan membaca siswa. Oleh karena itu, seharusnya guru selalu memotivasi siswa untuk selalu membaca setiap hari, baik yang berhubungan dengan materi pelajaran maupun untuk mencari informasi dari koran, surat kabar, maupun internet.
Dalam rangka meningkatkan kegemaran siswa terhadap penggunaan bahasa Indonesia pada mata pelajaran PKn seharusnya para pendidik mendorong peserta didik untuk meningkatkan kegiatan membaca. Setiap hari, seharusnya siswa dibekali kuis, latihan, atau kegiatan yang dapat mendorong mereka meningkatkan porsi membaca agar kemampuan membaca para siswa sekolah dasar semakin baik.

3. Untuk meningkatkan kualitas penggunaan bahasa Indonesia pada mata pelajaran PKn, khususnya keterbacaan buku teks pelajaran PKn, sebaiknya jika penulis atau penerbit akan melakukan revisi buku tersebut dapat mengganti penggunaan kosakata yang jarang didengar dan belum dikenal oleh siswa; mengganti penggunaan kalimat yang belum intim dengan siswa dan kalimat yang kompleks; menata kembali paragraf-paragraf yang dapat diubah menjadi paragraf deduktif dan melengkapinya dengan gambar dan ilustrasi; menyesuaikan bentuk wacana dengan jenis wacana yang memiliki keterbacaan tinggi bagi siswa.


I.    Daftar Pustaka

1.    Bernhardt, E.B. 1991. Reading development in a second language: Theoretical, empirical, and classroom     perspectives. Norwood, NJ: Ablex.

2.    British Council. 1995a. Education in Indonesia. Jakarta: The British Council.
Chall, J.S. & Dale, E. 1995. Readability revisited: the new Dale-Chall readability formula. Cambridge,     Massachusetts: Brookline Books.

3.    Goodman, K.S. 1982. Reading: A psycholinguistic guessing game. In K.S. Goodman, Language and literacy: The     selected writings of Kenneth S. Goodman Vol. 1, pp. 173-183. Boston: Routledge & Kegan Paul.

4.    Gilliland, John. 1972. Readability. London: Holder and Stroughton.

5.    Harrison, C. 1980. Readability in the classroom. Cambridge: Cambridge University Press.
Klare, G.R. 1984. Readability: Handbook of Reading Research. New York: Longman Inc.
Pusat Perbukuan. 2002. Pedoman Pengembangan Standar Perbukuan. Departemen Pendidikan
Nasional.

6.    Rusyana, Yus. 1984. Bahasa dan Sastra dalam Gamitan Pendidikan. Bandung: CV Diponegoro.
Rusyana, Yus dan Suherli (2004) Studi Keterbacaan Buku Pelajaran Sekolah Dasar. Jakarta: Pusat Perbukuan Depdiknas.

7.    Schrock, Kathleen. 1995. Elementary Reading Instruction. The McGraw-Hil Company. [tersedia]  http://school.discovery.com (6 Sept 2003)

8.    Tampobolon. 1991. Mengembangkan Minat dan Kebiasaan Membaca pada Anak.Bandung: Angkasa.
Departemen Pendidikan Nasional, Pusat Perbukuan (2005) Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 11 tahun 2005 tentang Buku Teks Pelajaran.World Bank. 1995. Indonesia: Book and Reading Development Project. Staff Appraisal report.




Sumber    :

http://www.slideboom.com/presentations/185503/Pengenalan-Rancangan-Penelitian

http://sanaky.staff.uii.ac.id/2011/07/02/rancangan-penyusunan-desain-penelitian/

http://www.infoskripsi.com/Proposal/Proposal-Penelitian-Kuantitatif-Skripsi.html

http://yudisupriadisangpengabdi.blogspot.com/2011/08/draft-rancangan-proposal-penelitian.html


[ Read More ]