-
Sit amet felis. Mauris semper, velit semper laoreet dictum
Welcome to WordPress. This is your first post. Edit or delete it, then start blogging!Lorem ipsum dolor sit amet, consectetuer adipiscing elit. Quisque sed felis. Aliquam sit amet felis. Mauris ...
-
Category name clash
Lorem ipsum dolor sit amet, consectetuer adipiscing elit. Quisque sed felis. Aliquam sit amet felis. Mauris semper, velit semper laoreet dictum, quam diam dictum urna, nec placerat elit nisl in ...
-
Test with enclosures
Here's an mp3 file that was uploaded as an attachment: Juan Manuel Fangio by Yue And here's a link to an external mp3 file: Acclimate by General Fuzz Both are CC licensed. Lorem ...
-
Block quotes
Some block quote tests: Here's a one line quote. This part isn't quoted. Here's a much longer quote: Lorem ipsum dolor sit amet, consectetuer adipiscing elit. In dapibus. In pretium pede. Donec ...
Manusia adalah makhluk sosial yang tidak bisa hidup sendiri. Sehingga banyak aturan yang harus diikuti. Banyak aturan yang harus kita sesuaikan ketika ingin melakukan sesuatu, apakah yang kita lakukan baik / buruk sesuai dengan aturan-aturan yang ada. Bagaimana cara kita bergaul, bagaimanan kita harus berperlaku dengan baik dimanapun kita berada, Aturan-aturan tersebut terdapat dimana saja, misalnya aturan dalam masyarakat, aturan dalam rumah tangga, aturan disekolah atau bahkan aturan dijalan raya. Lalu, apa pengertiam etika itu?
Etika menurut beberapa ahi :
Etika adalah Ilmu yang membahas perbuatan baik dan perbuatan buruk manusia sejauh yang dapat dipahami oleh pikiran manusia.
Fagothey (1953), Etika adalah studi tentang kehendak manusia, yaitu kehendak yang berhubungan dengan keputusan yang benar dan yang salah dalam tindak perbuatannya.
Istilah Etika berasal dari bahasa Yunani kuno. Bentuk tunggal kata ‘etika’ yaitu ethos sedangkan bentuk jamaknya yaitu ta etha. Ethos mempunyai banyak arti yaitu, tempat tinggal yang biasa, padang rumput, kandang, kebiasaan/adat, akhlak,watak, perasaan, sikap, cara berpikir. Sedangkan arti ta etha yaitu adat kebiasaan. Arti dari bentuk jamak inilah yang melatarbelakangi terbentuknya istilah Etika yang oleh Aristoteles dipakai untuk menunjukkan filsafat moral. Jadi, secara etimologis (asal usul kata), etika mempunyai arti yaitu ilmu tentang apa yang biasa dilakukan atau ilmu tentang adat kebiasaan (K.Bertens, 2000).
Biasanya bila kita mengalami kesulitan untuk memahami arti sebuah kata maka kita akan mencari arti kata tersebut dalam kamus. Tetapi ternyata tidak semua kamus mencantumkan arti dari sebuah kata secara lengkap. Hal tersebut dapat kita lihat dari perbandingan yang dilakukan oleh K. Bertens terhadap arti kata ‘etika’ yang terdapat dalam Kamus Bahasa Indonesia yang lama dengan Kamus Bahasa Indonesia yang baru.
Dalam Kamus Bahasa Indonesia yang lama (Poerwadarminta, sejak 1953 – mengutip dari Bertens, 2000), pengertian etika adalah sebagai ilmu pengetahuan tentang asas-asas akhlak (moral). Sedangkan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia yang baru (Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1988 – mengutip dari Bertens, 2000), etika memilki arti :
1.Ilmu tentang apa yang baik dan apa yang buruk dan tentang hak dan kewajiban moral (akhlak);
2.Kumpulan asas atau nilai yang berkenaan dengan akhlak;
3.Nilai mengenai benar dan salah yang dianut suatu golongan atau masyarakat.
Dari perbadingan kedua kamus tersebut terlihat bahwa dalam Kamus Bahasa Indonesia yang lama hanya terdapat satu arti saja yaitu etika sebagai ilmu. Sedangkan Kamus Bahasa Indonesia yang baru memuat beberapa arti. Kalau kita misalnya sedang membaca sebuah kalimat di berita surat kabar “ Dalam dunia bisnis etika merosot terus ” maka kata ‘etika’ di sini bila dikaitkan dengan arti yang terdapat dalam Kamus Bahasa Indonesia yang lama tersebut tidak cocok karena maksud dari kata ‘etika’ dalam kalimat tersebut bukan etika sebagai ilmu melainkan ‘nilai mengenai benar dan salah yang dianut suatu golongan atau masyarakat’. Jadi arti kata ‘etika’ dalam Kamus Bahasa Indonesia yang lama tidak lengkap.
K. Bertens berpendapat bahwa arti kata ‘etika’ dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia tersebut dapat lebih dipertajam dan susunan atau urutannya lebih baik dibalik, karena arti kata ke-3 lebih mendasar daripada arti kata ke-1. Sehingga arti dan susunannya menjadi seperti berikut :
1.Nilai dan norma moral yang menjadi pegangan bagi seseorang atau suatu kelompok dalam mengatur tingkah lakunya.
2.Kumpulan asas atau nilai moral.
Yang dimaksud di sini adalah kode etik. Contoh : Kode Etik Jurnalistik.
3.Ilmu tentang yang baik atau buruk.
Tujuan Mempelajari Etika :
Untuk menyamakan persepsi tentang penilaian perbuatan baik dan perbuatan buruk bagi setiap manusia dalam ruang dan waktu tertentu.
Secara umum etika dibagi menjadi dua, yaitu :
1.Etika Umum
2.Etika Khusus
Etika khusus dibagi menjadi 2 bagian, yaitu :
1.Etika individual, yaitu menyangkut kewajiban dan sikap manusia terhadap dirinya sendiri.
2.Etika sosial, yaitu berbicara mengenai kewajiban, sikap dan pola perilaku manusia sebagai anggota umat manusia.
3.Etika Lingkungan Hidup, berbicara mengenai hubungan antara manusia baik sbg kelompok dengan lingkungan alam yang lebih luas dlm totalitasnya, dan juga hubungan antara manusia yang satu dengan manusia yang lainnya yang berdampak langsung atau tidak langsung pada lingkungan hidup secara keseluruhan.
- Cabang dari etika sosial, sejauh menyangkut hubungan antara manusia dengan manusia yang berdampak pada lingkungan).
- Berdiri sendiri, sejauh menyangkut hubungan antara manusia dengan lingkungannya.
Teori Etika
Ada empat macam teori etika yaitu :
1.Etika Teologi
• Egoisme etis yakni perilaku yang dapat diterima tergantung pada konsekuensinya. Memaksimalkan kepentingan kita terkait erat dengan akibat yang kita terima.
• Utilitarianisme. Menurut teori ini suatu perbuatan adalah baik jika membawa manfaat, tapi manfaat itu harus menyangkut bukan saja satu dua orang melainkan masyarakat sebagai keseluruhan.
a) Utilitarianisme Perbuatan (Act Utilitarianism)
b) Utilitarianisme Aturan (Rule Utilitarianism)
2.Teori Deontologi
3.Teori Hak
4.Teori Keutamaan
Prinsip-Prinsip Etika Bisnis
Etika bisnis merupakan cara untuk melakukan kegiatan bisnis, yang mencakup seluruh aspek yang berkaitan dengan individu, perusahaan dan juga masyarakat. Etika Bisnis dalam suatu perusahaan dapat membentuk nilai, norma dan perilaku karyawan serta pimpinan dalam membangun hubungan yang adil dan sehat dengan pelanggan/mitra kerja, pemegang saham, masyarakat.
Perusahaan meyakini prinsip bisnis yang baik adalah bisnis yang beretika, yakni bisnis dengan kinerja unggul dan berkesinambungan yang dijalankan dengan mentaati kaidah-kaidah etika sejalan dengan hukum dan peraturan yang berlaku.
Etika Bisnis dapat menjadi standar dan pedoman bagi seluruh karyawan termasuk manajemen dan menjadikannya sebagai pedoman untuk melaksanakan pekerjaan sehari-hari dengan dilandasi moral yang luhur, jujur, transparan dan sikap yang profesional.
Muslich (1998: 31-33) mengemukakan prinsip-prinsip etika bisnis sebagai berikut:
1.Prinsip otonomi
2.Prinsip kejujuran
3.Prinsip tidak berniat jahat
4.Prinsip keadilan
5.Prinsip hormat pada diri sendiri
MORALITAS
Istilah Moral berasal dari bahasa Latin. Bentuk tunggal kata ‘moral’ yaitu mos sedangkan bentuk jamaknya yaitu mores yang masing-masing mempunyai arti yang sama yaitu kebiasaan, adat. Bila kita membandingkan dengan arti kata ‘etika’, maka secara etimologis, kata ’etika’ sama dengan kata ‘moral’ karena kedua kata tersebut sama-sama mempunyai arti yaitu kebiasaan,adat. Dengan kata lain, kalau arti kata ’moral’ sama dengan kata ‘etika’, maka rumusan arti kata ‘moral’ adalah nilai-nilai dan norma-norma yang menjadi pegangan bagi seseorang atau suatu kelompok dalam mengatur tingkah lakunya. Sedangkan yang membedakan hanya bahasa asalnya saja yaitu ‘etika’ dari bahasa Yunani dan ‘moral’ dari bahasa Latin. Jadi bila kita mengatakan bahwa perbuatan pengedar narkotika itu tidak bermoral, maka kita menganggap perbuatan orang itu melanggar nilai-nilai dan norma-norma etis yang berlaku dalam masyarakat. Atau bila kita mengatakan bahwa pemerkosa itu bermoral bejat, artinya orang tersebut berpegang pada nilai-nilai dan norma-norma yang tidak baik.
‘Moralitas’ (dari kata sifat Latin moralis) mempunyai arti yang pada dasarnya sama dengan ‘moral’, hanya ada nada lebih abstrak. Berbicara tentang “moralitas suatu perbuatan”, artinya segi moral suatu perbuatan atau baik buruknya perbuatan tersebut. Moralitas adalah sifat moral atau keseluruhan asas dan nilai yang berkenaan dengan baik dan buruk.
Moral dapat didefinisikan juga sebagai adalah hal-hal yang sesuai dengan ide-ide yang umum diterima tentang tindakan manusia, mana yang baik dan mana yang wajar.
Moral (bahasa Latin Moralitas) adalah istilah manusia menyabut ke manusia atau orang lainnya dalam tindakan yang mempunyai nilai positif. Manusia yang tidak memiliki moral disebut amoral artinya dia tidak bermoral dan tidak memiliki nilai positif di mata manusia lainnya. Sehingga moral adalah hal mutlak yang harus dimiliki oleh manusia. Moral secara ekplisit adalah hal-hal yang berhubungan dengan proses sosialisasi individu tanpa moral manusia tidak bisa melakukan proses sosialisasi. Moral adalah nilai ke-absolutan dalam kehidupan bermasyarakat secara utuh. Penilaian terhadap moral diukur dari kebudayaan masyarakat setempat. Moral adalah perbuatan/tingkah laku/ucapan seseorang dalam ber interaksi dengan manusia. apabila yang dilakukan seseorang itu sesuai dengan nilai rasa yang berlaku di masyarakat tersebut dan dapat diterima serta menyenangkan lingkungan masyarakatnya, maka orang itu dinilai mempunyai moral yang baik, begitu juga sebaliknya. Moral adalah produk dari budaya dan Agama.
NORMA
Norma merupakan aturan-aturan dengan sanksi-sanksi yang dimaksudkan untuk mendorong bahkan menekan orang perorangan, kelompok atau masyarakat secara keseluruhan untuk mencapai nilai-nilai sosial.
Macam-Macam Norma dan Sangsinya
1.Macam-macam norma dan sanksinya dilihat dari tingkat sanksi atau kekuatan mengikatnya terdapat beberapa macam norma :
A.Tata cara ( usage )
B.Kebiasaan (folkways)
C.Tata Kelakuan (mores)
D.Adat ( customs )
E.Hukum (laws)
2.Macam-macam norma dan sanksinya dibedakan berdasarkan jenis atau sumbernya, yaitu :
A.Norma Agama
adalah norma mutlak yang berasal dari Tuhan Yang Maha Kuasa.
Contoh : norma yang ada dalam kitab Al Quran, Kitab Weda, Kitab Injil, dsb.
Sanksinya : mendapat dosa.
B.Norma Kesusilaan
adalah petunjuk hidup yang berasal dari akhlak atau dari hati nurani sendiri tentang apa yang lebih baik dan apa yang buruk.
Contoh : selalu bersikap jujur, dll.
Sanksinya : akan dikucilkan orang lain.
C.Norma Kesopanan
adalah petunjuk hidup yang mengatur bagaimana seseorang harus bertingkah laku dalam kehidupan bermasyarakat.
Contoh : cara berpakaian, pergaulan sehari-hari, saling bertegur sapa, membungkuk saat melewati orang yang lebih tua, dll.
D.Norma Hukum
adalah himpunan petunjuk hidup atau peraturan-peraturan oleh pemerintah.
Contoh : hukumperdata, hokum pidana, dsb.
Sanksinya : dipenjara atau denda.
MITOS BISNIS AMORAL
Bisnis adalah bisnir. Bisnis jangan dicampuradukan dengan etika. Demikianlah beberapa ungkapan yang sering kita dengat yang menggambarkan hubungan antara bisnis dan etika sebagai dua hal yang terpisah satu sama lainnya. Inilah ungkapan-ungkapan yang oleh De George disebut sebagai Mitos Bisnis Amoral. Ungkapan atau mitos ini menggambarkan dengan jelas anggapan atau keyakinan orang bisnis, sejauh mereka menerima mitos itu, tenteng dirinya, kegiatanny dan lingkungan kerjanya. Yang mau digambarkan disini adalah bahwa kerja orang bisnis adalah berbisnis bukan beretika. Atau secara lebih tepat, mitos bisnis amoral mengugkapkan suatu keyakinan bahwa antara bisnis dan moralitas atau etika tidak ada hubungan sama sekali. Bisnis tidak punya sangkut paut dengan etika dan moralitas. Keduanya adalah dua bidang yang terpisah satu sama lain. Karena itu bisnis tidak boleh dinilai dengan menggunakan norma dan nilai-nilai etika. Bisnis dn etika adalah dua hal yang tidak boleh dicampuradukan. Kalau itu dilakukan, telah terjadi kesalahan kategoris. Bisnis hanya bisa dinilai dengan kategori dan norma-norma bisnis dan bukan dengan kategori dan norma-norma-norma etika.
Menurut mitos ini, karena kegiatan orang bisnis adalah melakukan bisnis sebaik mungkin untuk mendapat keuntungan, maka yang menjadi pusat perhatian orang bisnis adalah bagaimana memproduksi, mengedarkan, menjual, dan membeli barang dengan memperoleh keuntungan. Singkatnya, sasaran dan tujuan, bahkan tujuan satu-satunya dari bisnis adalah mendatangkan keuntungan sebesar-besarnya.
Untuk memperlihatkan kebenaran mitos bisnis amoral tersebut, bisnis diibaratkan sebagai permainan judi, yang dapat menghalalkan segala cara untuk menang, untuk memperoleh keuntungan. Atas dasar ini muncul beberapa argument yang pada dasarnya mau memperlihatkan bahwa antara bisnis dan etika tidak ada hubungan sama sekali.
Pertama, sebagaimana judi atau permainan lainnya. Sebagai sebuah bentuk persaingan, semua orang yang terlibat didalamnya selalu berusaha untuk menang. Dengan kata lain bisnis sebagaimana penuh persaingan ketat lainnya, cenderung menghalalkan segala cara untuk memperoleh keuntungan. Yang utama bagi orang bisnis adalah bagaimana bisa mendapatkan kekuntungan sebesar-besarnya. Maka norma-norma dan nilai-nilai etika dengan mudah diabaikan. Itu berarti etika tidak punya tempat dan tidak relevan untuk kegiatan bisnis.
Kedua, aturan yang dipakai dalam permainan penuh persaingan berbeda dari aturan yang ada dan dikenal dalam kehidupan social pada umumnya, Karena itu bisnis tidak dapat dinilai dengan aturan moral dan social sebagaimana yang kita temukan dalam kehidupan social pada umumnya. Baik tidaknya bisnis, demikian argument ini, bukan ditentukan oleh sejauh mana kegiatan bisnis dijalankam secara pantas atau tidak pantas menurut kaidah-kaidah moral. Melainkan berdasarkan aturan dan kebiasaan yang dipraktekkan dalam dunia bisnis. Karena itu orang bisnis yang masih mau mematuhi aturan moral akan beerada dalam posisi yang tidak menguntungkan ditengan persaingan ketat. Artinya orang yang masih memperhatikan aturan dan moralitas akan kalah, merugi, dan tersingkir.
Kesimpulannya, bisnis dan etika adalah dua hal yang berbed yang terpisah satu sama lain. Bahkan diungkapkan salah satu argumen diatas, etika justru bertentangan dengan bisnis dan akan membuat pelaku bisnis kalah dalam persaingan bisnis yang ketat. Maka orang bisnis tidak perlu memperhatikan imbauan-imbauan, norma-norma, dan nilai-nilai moral.
STAKEHOLDER
Stakeholder dapat diartikan sebagai segenap pihak yang terkait dengan isu dan permasalahan yang sedang diangkat. Misalnya bilamana isu perikanan, maka stakeholder dalam hal ini adalah pihak-pihak yang terkait dengan isu perikanan, seperti nelayan, masyarakat pesisir, pemilik kapal, anak buah kapal, pedagang ikan, pengolah ikan, pembudidaya ikan, pemerintah, pihak swasta di bidang perikanan, dan sebagainya. Stakeholder dalam hal ini dapat juga dinamakan pemangku kepentingan
Mengenal Apakah Itu Stakeholder?
Pengertian stakeholder Istilah stakeholder sudah sangat populer. Kata ini telah dipakai oleh banyak pihak dan hubungannnya dengan berbagi ilmu atau konteks, misalnya manajemen bisnis, ilmu komunikasi, pengelolaan sumberdaya alam, sosiologi, dan lain-lain. Lembaga-lembaga publik telah menggunakan istilah stakeholder ini secara luas ke dalam proses-proses pengambilan dan implementasi keputusan. Secara sederhana, stakeholder sering dinyatakan sebagai para pihak, lintas pelaku, atau pihak-pihak yang terkait dengan suatu issu atau suatu rencana.
Dalam buku Cultivating Peace, Ramizes mengidentifikasi berbagai pendapat mengenai stakekholder ini. Beberapa defenisi yang penting dikemukakan seperti Freeman (1984) yang mendefenisikan stakeholder sebagai kelompok atau individu yang dapat memengaruhi dan atau dipengaruhi oleh suatu pencapaian tujuan tertentu. Sedangkan Biset (1998) secara singkat mendefenisikan stekeholder merupakan orang dengan suatu kepentingan atau perhatian pada permasalahan. Stakeholder ini sering diidentifikasi dengan suatu dasar tertentu sebagimana dikemukakan Freeman (1984), yaitu dari segi kekuatan dan kepentingan relatif stakeholder terhadap issu, Grimble and Wellard (1996), dari segi posisi penting dan pengaruh yang dimiliki mereka.
Kategori Stakeholder :
Stakeholder Utama (primer)
1.Stakeholder utama merupakan stakeholder yang memiliki kaitan kepentingan secara langsung dengan suatu kebijakan, program, dan proyek. Mereka harus ditempatkan sebagai penentu utama dalam proses pengambilan keputusan.
- Masyarakat dan tokoh masyarakat : Masyarakat yang terkait dengan proyek, yakni masyarakat yang di identifkasi akan memperoleh manfaat dan yang akan terkena dampak (kehilangan tanah dan kemungkinan kehilangan mata pencaharian) dari proyek ini. Tokoh masyarakat : Anggota masyarakat yang oleh masyarakat ditokohkan di wilayah itu sekaligus dianggap dapat mewakili aspirasi masyarakat.
- Pihak Manajer publik : lembaga/badan publik yang bertanggung jawab dalam pengambilan dan implementasi suatu keputusan.
2.Stakeholder Pendukung (sekunder)
- lembaga(Aparat) pemerintah dalam suatu wilayah tetapi tidak memiliki tanggung jawab langsung.
- lembaga pemerintah yang terkait dengan issu tetapi tidak memiliki kewenangan secara langsung dalam pengambilan keputusan.
- Lembaga swadaya Masyarakat (LSM) setempat : LSM yang bergerak di bidang yang bersesuai dengan rencana, manfaat, dampak yang muncul yang memiliki “concern” (termasuk organisasi massa yang terkait).
- Perguruan Tinggi: Kelompok akademisi ini memiliki pengaruh penting dalam pengambilan keputusan pemerintah.
- Pengusaha(Badan usaha) yang terkait.
3.Stakeholder Kunci
Misalnya, stekholder kunci untuk suatu keputusan untuk suatu proyek level daerah kabupaten.
- Pemerintah Kabupaten, DPR Kabupaten, Dinas yang membawahi langsung proyek yang bersangkutan.
Kelompok stakeholders :
1.Kelompok Primer
2.Kelompok Sekunder
UTILITARIANISME
Utilitarianisme berasal dari kata Latin utilis, yang berarti berguna, bermanfaat, berfaedah, atau menguntungkan. Istilah ini juga sering disebut sebagai teori kebahagiaan terbesar (the greatest happiness theory). Utilitarianisme sebagai teori sistematis pertama kali dipaparkan oleh Jeremy Bentham dan muridnya, John Stuart Mill. Utilitarianisme merupakan suatu paham etis yang berpendapat bahwa yang baik adalah yang berguna, berfaedah, dan menguntungkan. Sebaliknya, yang jahat atau buruk adalah yang tak bermanfaat, tak berfaedah, dan merugikan. Karena itu, baik buruknya perilaku dan perbuatan ditetapkan dari segi berguna, berfaedah, dan menguntungkan atau tidak. Dari prinsip ini, tersusunlah teori tujuan perbuatan. Jadi menurut Jeremy Bentham 9 1748 – 1832) Utilitarianisme adalah untuk menilai baik buruknya suatu tindakan secara moral adalah menguntungkan kepentingan orang banyak.
Etika Utilitarianisme menetapkan 3 kriteria :
- Manfaat
- Manfaat terbesar dari alternatif
- Manfaat terbesar untuk orang banyak
Nilai Positif Etika Utilitarianisme :
• Pertama, Rasionalitas.
• Kedua, Utilitarianisme sangat menghargai kebebasan setiap pelaku moral.
• Ketiga, Universalitas.
Kelemahan Etika Utilitarisme :
• Pertama, manfaat merupakan konsep yg begitu luas shg dalam kenyataan praktis akan menimbulkan kesulitan yg tidak sedikit.
• Kedua, etika utilitarisme tidak pernah menganggap serius nilai suatu tindakan pd dirinya sendiri dan hanya memperhatikan nilai suatu tindakan sejauh berkaitan dg akibatnya.
• Ketiga, etika utilitarisme tidak pernah menganggap serius kemauan baik seseorang.
• Keempat, variabel yg dinilai tidak semuanya dpt dikualifikasi.
• Kelima, seandainya ketiga kriteria dari etika utilitarisme saling bertentangan, maka akan ada kesulitan dlam menentukan proiritas di antara ketiganya.
• Keenam, etika utilitarisme membenarkan hak kelompok minoritas tertentu dikorbankan demi kepentingan mayoritas.
Syarat bagi Tanggung Jawab Moral :
• Tindakan itu dijalankan oleh pribadi yang rasional.
• Bebas dari tekanan, ancaman, paksaan atau apapun namanya.
• Orang yang melakukan tindakan tertentu memang mau melakukan tindakan itu.
Status Perusahaan
Terdapat dua pandangan (Richard T. De George, Business Ethics, hlm.153), yaitu :
• Legal-creator, perusahaan sepenuhnya ciptaan hukum, karena itu ada hanya berdasarkan hukum.
• Legal-recognition, suatu usaha bebas dan produktif.
Tanggung jawab sosial perusahaan hanya dinilai dan diukur berdasarkan sejauh mana perusahaan itu berhasil mendatangkan keuntungan sebesar-besarnya (Milton Friedman,The Social Responsibilities of Business to Increase Its Profits, New York Times Magazine,13-09-1970).
• Anggapan bahwa perusahaan tidak punya tanggung jawab moral sama saja dengan mengatakan bahwa kegiatan perusahaan bukanlah kegiatan yang dijalankan oleh manusia.
• Tanggung jawab moral perusahaan dijalankan oleh staf manajemen.
• Tanggung jawab legal tidak dapat dipisahkan dari tanggung jawab moral.
Sesungguhnya, pada tingkat operasional bukan hanya staf manajemen yang memikul tanggung jawab sosial dan moral perusahaan ini, melainkan seluruh karyawan….
• Keterlibatan perusahaan dalam kegiatan sosial yang berguna bagi kepentingan masyarakat luas.
• Keuntungan ekonomis.
Argumen yang Menentang Perlunya Keterlibatan Sosial Perusahaan :
• Tujuan utama Bisnis adalah Mengejar Keuntungan Sebesar-besarnya.
• Tujuan yang terbagi-bagi dan Harapan yang membingungkan.
• Biaya Keterlibatan Sosial.
• Kurangnya Tenaga Terampil di Bidang Kegiatan Sosial.
Argumen yang Mendukung Perlunya Keterlibatan Sosial Perusahaan :
• Kebutuhan dan Harapan Masyarakat yang Semakin Berubah.
• Terbatasnya Sumber Daya Alam.
• Lingkungan Sosial yang Lebih Baik.
• Perimbangan Tanggung Jawab dan Kekuasaan.
• Bisnis Mempunyai Sumber Daya yang Berguna.
• Keuntungan Jangka Panjang.
Implementasi Tanggung Jawab Sosial Perusahaan :
• Prinsip utama dalam suatu organisasi profesional, termasuk perusahaan, adalah bahwa struktur mengikuti strategi.
• Artinya, struktur suatu organisasi didasarkan ditentukan oleh strategi dari organisasi atau perusahaan itu.
• Strategi yang diwujudkan melalui struktur organisasi demi mencapai tujuan dan misi perusahaan perlu dievaluasi secara periodik, salah satu bentuk evaluasi yang mencakup nilai-nilai dan tanggung jawab sosial perusahaan adalah Audit Sosial.
Sumber
http://tanudjaja.dosen.narotama.ac.id/2012/02/06/pengertian-etika-moral-dan-etiket/
Pada suatu hari hidup seorang wanita di sebuah desa. Dia bernama Lativa. Dia hidup sebatang kara setelah ditinggalkan oleh kedua orangtuanya yng entah kemana. Sejak kecil Latina tidak mengetahui keberadaan orangtuanya dimana. Dahulu Ia tinggal bersama neneknya, namun neneknya sudah lebih dahulu meninggalkan Latina. Untuk memenuhi kebutuhan hidupnya Lativa harus bekerja keras memenuhi kebutuhan hidupnya sendiri. Latina selalu berusaha dan tidak pernah kenal waktu. Latina harus memenuhi kebutuhan hidupnya sendiri dan harus membiayai sekolahnya demi cita-cita yang Ia inginkan. Dia wanita hebat yang tak kenal lelah. Dia selalu tabah menghadapi hidupnya , hingga sering kali merasakan hal-hal yang menyakitkan ketika harus berjualan disekolahnya.
Sering kali temannya berkata, “Hei Tina (begitu nama panggilannya) disini bukan tempat berjualan,, kalau ingin berjualnan diluar sana”
Tetapi Latina hanya diam dan tersenyum lalu pergi meninggalkan temannya. Tetapi temannya-temannya mengikuti Latina berjalan, mereka mengejar Latina dan menghentikan langkah Latina dan berkata, “Hei penjual kue harusnya kamu tidak ada disekolah ini.”
Latina menjawab, “saya hanya menuntut ilmu disini tidak mengganggumu, untuk apa kau menggangguku?”
Teman-temannya berkata, “aku tidak suka melihat kamu disini anak desa.”
Latina diam dan matanya mulai berkaca-kaca, lalu bergegas untuk pergi.
Hari sudah mulai sore Latina harus bergegas untuk pulang dan menyiapkan keperluan untuk berjualannya. Kemudian Ia harus belajar untuk sekolahnya, namun Latina tidak pernah mengeluh dalam menjalani hidupnya.
Latina bangun pagi-pagi sekali untuk menyiapkan segala keperluan yang harus dijualnya. Kali ini Ia harus menitipkan jualannya di warung-warung karena Ia tahu sudah akan melakukan pembayaran sekolahnya. Latina memang anak yang cerdas karena Ia selalu menjadi juara dikelasnya, namun keterbatasan yang Ia punya mengharuskan Ia untuk menjadi sesorang wanita yang mendiri dan tabah. Sampai suatu ketika Ia sedang asyik mengikuti pelajaran harus dipanggil oleh gurunya ke ruangannya. Latina mengetahui apa yang ingin dibicarakan oleh gurunya, Ia mendapatkan surat peringatan karena sudah menunggak uang bayaran. Namun Latina tak patah semangat, Ia selalu berusaha tersenyum apapun yang menimpanya. Latina terus berjuang demi hidupnya dan sedikit demi demi sedikit Ia mengumpulkan hasil jerih payahnya.
Namun ketiga teman-temannya yang jail lalu menghampirinya dan mengejeknya.. “Hei penjual kue makanya kalau tidak mampu tidak usah sekolah berada disini, dasar kau anak pungut.”
Latina tetap tak menghiraukan ketiiga temannya itu. Ia bergegas untuk pulang lalu berjualan hingga larut malam. Namun hasil yang didapat juga belum cukup untuk membayar uang bayaran sekolahnya.
Keesokan paginya Latina harus berngkat pagi-pagi untuk berjualan kembali... kali ini Ia lebih banyak menitipkan kuenya pada sejumlah warung-warung yang Ia lewati. Selesainya bekerja Ia kembali untuk melanjutkan sekolahnya.
Sesampainya disekolah gurunya menghampiri dan berkata “mari ikut Ibu sebentar Tin,”
Tina berjalan bersama gurunya ke ruangan gurunnya.
“Ya ada apa, Bu?” Tina menjawabnya.
“Bagaimana Tina, apa kamu sudah bisa bayar bulanan kamu?”
Tina tertunduk dan berkata “Saya minta waktu Bu 1hari lagi pasti saya akan lunasi.”
“Baiklah Tina... Ibu akan konfirmasikan kepada kepala sekolah, maafkan Ibu jika harus menagihnya.” Gurunya seakan tak tega melihat wajah Tina yang seketika merenung dan sesekali matanya terlihat berkaca-kaca.
Lalu Tina kembali untuk melanjutkan pelajaran yang sudah Ia tinggal selama beberapa menit itu.
Bel pulang berbunyi “neeeet... neeeeeeet”
Para siswa berhamburan untuk pulang, namun Latina masih berada didalam kelas. Dan ketiga temannya itu datang berkata “heeeei, (mereka merampas surat yang diberikan oleh gurunya, lalau mentertawakannya “hahaaaaaa”). Untuk apa kamu berada disini menyusahkan saja kamu Tin.”
Tina yang tak tahan melihat tingkah ketiga temannya lalu segera pergi untuk mengunjungi makam neneknya sambil menangis. Tina tertidur disana dan ada seorang penjaga makam membangunkannya. Lalu Tina segera pergi dari makam itu untuk melanjutkan peprjalanannya menuju warung-warung yang sudah Ia titipkan kue, karen Ia harus mengambil uang yang sudah terjual.
Setelah mengambil uang-uang itu Latina menghitungnya dan ternyata uang nya sudah cukup untuk membayar uang sekolahnya. Latina begitu terharu dan bersyukur atas apa yang Ia dapat.
Keesokan paginya Ia bersemangat berangkat pergi kesekolah, dan langsung membayarkan uang bayarannya itu, kemudian kembali kekelas karena bel sudah berbunyi. Akhirnya uang bayaran terakhir ini mampu Ia bayarkan. Beberapa hari kemudian adalah hari penentuan dimana Latina harus ujian agar mendapatkan nilai yang maksimal. Dan ujianpun dimulai.....
Latina selalu berusaha belajar dan berdoa agar nilainya bagus-bagus. Kini ujian terakhir berlangsung, dengan doa Laitina selalu berpikiran positif. Dan..... selasai lah ujian terakhir ini.
Latina kembali pulang dan keesokan harinya harus datang kesekolah untuk melihat pengumuman. Dengan semangat Latina berangkat lebih awal dan Ia sangat terkejut ketika melihat mading sekolahnya, namanya tertempel pada urutan pertama. Sedangkan ketiga temannya hanya beberapa urutan dibawahnya.
Tidak sampai perjuangannya hanya disitu, Latina harus fokus untuk bekerja berjualan kue lagi.. Latina harus membuat kue dan menaruhnya di warung-warung karena Ia harus mengumpulkan uang kembali untuk melanjutkan sekolahnya ke perguruan tinggi.
Latina berusaha lebih keras dan lebih giat lagi. Akhirnya Latina memecahkan celengan ayamnya itu dan menghitungnya, namun ternyata masih belum cukup untuk melanjutkan sekolahnya ke perguruan tinggi. Akan tetapi kali ini Ia berusaha untuk membuat toko kue dan memproduksi kue lebih banyak lagi.
Berkat kerja kerasnya selama ini Ia berhasil mengumpulkan uang yang Ia rasa sudah cukup untuk melanjutkan sekolahnya ke perguruan tinggi yang Ia inginkan. Lalu Ia mendaftarkan ke perguruan timggi yang Ia inginkan. Sambil kuliah, Latina mengurusi tokonya. Hingga Latina memiliki toko kue yang sudah besar dan terkenal... kuliahnya pun berjalan lancar.
Sampai suatu ketika Latina bertemu dengan seorang pemuda tampan yang ingin mendampingi hidupnya.. akhirnya Latina hidup bahagia bersama keluarga kecilnya setelah penderitaan yang Ia alami sejak kecil, walaupun hingga kini Latina tidak pernah bertemu dengan kedua orangtuanya.
Proposal berasal dari kata propose yang artinya mengajukan. Istilah proposal berarti pengajuan penawaran berupa gagasan, ide dan pemikiran kepada pihak lain untuk mendapatkan dukungan, persetujuan, izin, dan sebagainya.
Proposal penelitian merupakan puncak akumulasi kegelisahan dan permasalahan akademik yang dicari pemcahannya oleh si peneliti. Tanpa kegelisahan akademik yang mendalam, proposal yang baik sulit tersusun. Karena itu, penyusunan proposal penelitian tidak dapat disusun secara mendadak. Sebab dalam proposal yang baik, diperlukan kejelasan dan urgensi suatu masalah yang akan diteliti, memiliki kegelisahan akademik, diperlukan ”kerangka teori harus dibangun terlebih dahulu dengan baik oleh peneliti, diperlukan alat untuk membedah dan menganalisis problem akademik yang sedang dihadapi dan ingin dipecahkan. Dalam menyusun proposal penelitian, biasanya peneliti menggunakan model atau stantar tertentu. Mengenai isi proposal penelitian, belum ada aturan atau stándar baku tertentu tentang unsur-unsur yang harus ada dalam suatu proposal penelitian. Biasanya tergantung pada institusi (PT), sponsor, pemberi dana, atau pengguna penelitian.
Tapi paling tidak dalam menyusun proposal penelitian, ada 3 unsur yang harus ada dalam suatu proposal penelitian, yaitu :
1. Latar belakang masalah yaitu pemahaman peneliti tentang peta permasalahan yang akan diteliti.
2. Kerangka teori dan telaah pustaka berupa pemahaman peneliti terhadap penelitian terdahulu dan peta teori dan posisi kerangka pikir dalam penelitiannya.
3. Metodologi yaitu pemahaman peneliti tentang cara untuk mencapai tujuan penelitiannya.
Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan, dalam penulisan proposal penelitian, yaitu :
1. Gagasan tentang sesuatu topik studi dilakukan dengan alasan-alasan tertentu, tujuan tertentu, pendekatan tertentu, dan metodologi untuk melakukannya.
2. Merupakan puncak akumulasi kegelisahan dan permasalahan akademik yang dicari pemcahannya. Kegelisahan akademik dengan argumen yang jelas dan didukung dengan data dalam setiap pointnya.
3. Ditunjukkan bagaimana masalah itu terintegrasi secara konseptual.
4. Unsur dalam proposal penelitian merupakan satu alur fikir yang logik dan utuh menggambarkan: gagasan, kerangka pikir, masalah, dan cara kerja untuk mencapai tujuan penelitian.
Penjelasan mengenai rancangan atau desain penelitian yang digunakan perlu diberikan untuk setiap jenis penelitian, terutama penelitian eksperimental. Rancangan penelitian diartikan sebagai strategi mengatur latar penelitian agar peneliti memperoleh data yang valid sesuai dengan karakteristik variabel dan tujuan penelitian.
Banyak definisi yang dikemukakan berkenaan dengan rancangan penelitian atau research design, namun apa pun bunyi definisi tersebut, rancangan penelitian pada dasarnya merupakan “blueprint” yang menjelaskan setiap prosedur penelitian mulai dari tujuan penelitian sampai dengan analisis data.
Komponen yang umumnya teradap dalam rancangan penelitian adalah :
1. Tujuan penelitian
Yang dimaksud dengan tujuan penelitian adalah hasil akhir penelitian itu sendiri. Fungsi tujuan penelitian, di samping untuk mengarahkan proses penelitian, juga dapat dijadikan tolok ukur keberhasilan penelitian. Tujuan penelitian dapat dinyatakan dalam bentuk pertanyaan penelitian (research questions) dan atau juga hipotesis penelitian
2. Jenis penelitian yang akan digunakan
Beberapa jenis penelitian yang banyak dipakai dalam ilmu administrasi atau manajemen adalah penelitian deskriptif, korelasional, eksperimental. Penelitian deskriptif bertujuan memberikan gambaran fenomena yang diteliti secara apa adanya, namun lengkap dan rinci. Satu contoh yang banyak dari penelitian deskriptif adalah penilaian sikap atau pendapat dari individual, organisasi, peristiwa, atau prosedur kerja.
3. Unit analisis atau populasi penelitian
Individual, Misalnya ingin mengetahui kepuasan pegawai, maka unit analisisnya adalah individu-individu pegawai.
Kelompok, Misalnya ingin mengetahui kinerja antar departemen atau gugus kendali mutu, maka unit analisisnya adalah kelompok.
Organisasi. Misalnya ingin mengukur kualitas pelayanan kantor X, maka unit analisisnya adalah organisasi.
Benda. Misalnya menilai kualitas susu bubuk untuk bayi, maka unit analisis- nya adalah produk, berupa susu bayi.
4. Rentang waktu dan tempat penelitian dilakukan
- One shot or Cross section studies, data dikumpulkan hanya sekali.
- Longitudinal studies, data dikumpulkan dalam beberapa periode waktu tertentu. Misalnya untuk
meneliti disiplin pegawai, peneliti mengamati perilaku pegawai selama enam bulan.
5. Teknik pengambilan sampel
Secara umum ada dua teknik, yaitu sampling probabilistik dan nonproba-bilistik, atau acak dan non-acak. Dalam sampel acak antara lain terdapat simple random sampling, stratified random sampling, area sampling, cluster sampling, systematic sampling. Dalam nonprobabilistic sampling antara lain terdapat accidental sampling, convienience sampling, snow-ball sampling, purposive sampling. Kesemua teknik tersebut dibahas secara lebih mendalam dalam teknik sampling.
6. Teknik pengumpulan data
Kita mengenal beberapa teknik pengumpulan data, yaitu wawancara, kuesioner, observasi, dan studi dokumentasi. Sebuah penelitian bisa hanya menggantungkan pada satu cara pengumpulan data, tetapi bisa juga mengkombinasikannya. Misalnya, untuk mencari data dari variable motivasi kerja menggunakan kuesioner, sedangkan untuk mencari data pendapatan, gaji, atau upah, menggunakan teknik observasi.
7. Definisi operasional variabel penelitian
Bagi penelitian kuantitatif, langkah ini mutlak dilakukan. Yang dimaksud dengan definisi operasional variabel adalah upaya untuk mengurangi keabstrakan konsep atau variabel penelitian, sehingga bisa dilakukan pengukuran. Beberapa peneliti menggunakan istilah indikator. Misalnya, untuk mengukur disiplin pegawai, maka dihitung frekuensi ketepatan masuk kerja, kepatuhan pada peraturan, dlsb. Untuk mengetahui produktivitas, dihitung perbandingan antara hasil herja dengan waktu kerja.
8. Pengukuran
Jenis skala pengukuran untuk setiap variabel penelitian perlu diketahui dengan benar. Hal ini berguna untuk menetapkan rumus atau perhitungan-perhitungan statistik. Misalnya, untuk variabel yang berskala nominal tidak mungkin dihitung rata-ratanya. Skala pengukuran yang ada adalah nominal, ordinal, interval, dan rasio.
9. Teknik analisis data.
Sebelum data dianalisis, diolah terlebih dahulu. Maka dikenal proses editing, coding, master table, dan lain-lainnya. Analisis data mencakup kegiatan mengukur reliabilitas dan validitas, mean, deviasi standar, korelasi, distribusi frekuensi, uji hipotesis, dan lain sebagainya.
10. Instrumen pencarian data (mis. Kuesioner)
Ada beberapa alat yang dikenal sebagai alat pengambil data dalam penelitian sosial / bisnis. Alat-alat tersebut mencakup wawancara, kuesioner atau angket, observasi, dan studi dokumentasi
Sistematika Penulisan Proposal
Proposal penelitian, secara umum terdiri dari bagian awal, bagian pokok, dan bagian akhir:
1. Bagian Awal, berisi :
a) judul penelitian (sampul depan)
b) identitas peneliti
2. Bagian Pokok, berisi :
a) latar belakang masalah
b) rumusan masalah atau pertanyaan penelitian
c) tujuan penelitian
d) kegunaan penelitian
e) telaah pustaka
f) kerangka teori
g) hipotesis [jika ada]
h) metode penelitian, dan
i) sistimatika pembahasan.
3. Bagian akhir, berisi :
a) daftar pustaka sementara
b) lampiran (bila ada).
Contoh Proposal
DRAFT RANCANGAN PROPOSAL PENELITIAN TINDAKAN KELAS
KETERPAHAMAN PENGGUNAAN BAHASA DALAM BUKU TEKS PELAJARAN PKN
BAGI SISWA SMP NEGERI 1 GEKBRONG DI KABUPATEN CIANJUR HUBUNGANNYA DENGAN UPAYA PELAKSANAAN KURIKULUM PENDIDIKAN BERKARAKTER
A. Abstrak
Dalam kegiatan pembelajaran di Indonesia, pada umumnya mata pelajaran PKn merupakan media interaksi antara pendidik dan peserta didik. PKn digunakan pendidik untuk menyampaikan konsep keilmuan, mengembangkan kompetensi, dan meningkatkan keterampilan peserta didik. Demikian pula dalam buku teks pelajaran, PKn digunakan sebagai media berkomunikasi antara penulis buku dengan peserta didik.
Oleh karena itu, bahasa yang digunakan seharusnya dapat mengusung dan menjelaskan konsep lokal hingga global sesuai dengan perkembangan dan kematangan emosional peserta didik.
Penelitian ini menyingkap aspek keterpahaman penggunaan bahasa dalam buku teks pelajaran PKn bagi siswa SMP Negeri 1 Gekbrong di Kabupaten Cianjur hubungannya dengan upaya pelaksanaan kurikulum pendidikan berkarakter.
Buku teks yang diukur terdiri atas pelajaran PKn, Bahasa Indonesia, TIK dan IPS. Dengan menggunakan teknik observasi, tes, dan angket dilakukan pengumpulan data dari sumber data yang dipilih secara purposive (untuk menentukan lokasi 3 Kecamatan dan 3 sekolah) dan dengan teknik stratified random sampling (untuk menentukan peserta didik yang diukur) melalui empat buku teks pelajaran.
Hasilnya, keterpahaman PKn dalam buku teks pelajaran bergantung pada pengenalan kosakata yang digunakan, tingkat keintiman kalimat dengan siswa, pemahaman gagasan utama suatu paragraf, dan jenis wacana yang dipilih.
kata kunci : keterbacaan, keterpahaman, dan buku teks pelajaran
B. Pendahuluan
Dari sudut pandang buku teks pelajaran, PKn merupakan media berinteraksi antara peserta didik dengan materi didik. PKn digunakan untuk menyampaikan konsep keilmuan dan seperangkat kompetensi yang seharusnya dimiliki dan dikembangkan dalam pembelajaran. PKn digunakan untuk memahami tahapan yang harus dilakukan peserta didik dalam mengembangkan kompetensinya. PKn digunakan sebagai wahana berpikir peserta didik dalam memahami konsep dan aplikasinya.
PKn dalam bahan ajar dituntut dapat menjelaskan konsep sesuai dengan perkembangan intelektual peserta didik. PKn yang digunakan harus sesuai dengan kematangan sosial emosional peserta didik dalam mengusung konsep lokal sampai dengan global. PKn yang digunakan harus menarik dan jelas agar mendorong peserta didik untuk mempelajari bahan ajar sampai dengan tuntas. PKn yang digunakan dalam bahan ajar seharusnya menggunakan bentuk kata, istilah, kalimat, dan paragraf yang sesuai dengan kaidah bahasa untuk berkomunikasi tertulis.
Dari sudut pandang kebijakan pendidikan, tertuang dalam Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan bahwa buku teks pelajaran termasuk ke dalam sarana pendidikan yang perlu diatur standar mutunya, sebagaimana juga standar mutu pendidikan lainnya, yaitu standar isi, standar proses, standar kompetensi lulusan, standar pendidikan dan kependidikan, standar sarana dan prasarana, standar pengelolaan, standar pembiayaan, dan standar penilaian pendidikan.
Pasal 43 peraturan ini menyebutkan bahwa kepemilikan buku teks pelajaran harus mencapai rasio 1:1, atau satu buku teks pelajaran diperuntukkan bagi seorang siswa. Buku teks pelajaran yang digunakan di sekolah-sekolah harus memiliki kebenaran isi, penyajian yang sistematis, penggunaan bahasa dan keterbacaan yang baik, dan grafika yang fungsional. Kelayakan ini ditentukan oleh penilaian yang dilakukan Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP) dan ditetapkan berdasarkan Peraturan Menteri.
Kebijakan buku teks pelajaran sebagaimana tertuang di dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia (Permendiknas) Nomor 11 Tahun 2005 mengatur tentang fungsi, pemilihan, masa pakai, kepemilikan, pengadaan, dan pengawasan pengunaan buku teks pelajaran.
Menurut Peraturan Menteri ini, buku teks pelajaran adalah buku acuan wajib untuk digunakan di sekolah yang memuat materi pembelajaran dalam rangka peningkatan keimanan dan ketakwaan, budi pekerti dan kepribadian, kemampuan penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi, kepekaan dan kemampuan estetis, potensi fisik dan kesehatan yang disusun berdasarkan standar nasional pendidikan.
Buku teks pelajaran berfungsi sebagai acuan wajib oleh pendidik dan peserta didik dalam proses pembelajaran.
Buku teks pelajaran hendaknya mampu menyajika bahan ajar dalam PKn yang baik dan benar. Di sini dapat dilihat apakah penggunaan bahasanya wajar, menarik, dan sesuai dengan perkembangan siswa atau tidak. Aspek keterbacaan berkaitan dengan tingkat kemudahan bahasa (kosakata, kalimat, paragraf, dan wacana) bagi siswa sesuai dengan jenjang pendidikannya, yakni hal-hal yang berhubungan dengan kemudahan membaca bentuk tulisan atau topografi, lebar spasi dan aspek-aspek grafika lainnya, kemenarikan bahan ajar sesuai dengan minat pembaca, kepadatan gagasan dan informasi yang ada dalam bacaan, dan keindahan gaya tulisan, serta kesesuaian dengan tatabahasa baku.
Pada tahun 2004 Depdiknas melalui SK Dirjen Dikdasmen Nomor 455 dan 505 telah menetapkan buku-buku teks pelajaran untuk Sekolah Dasar dan Madrasah Ibtidaiyah untuk mata pelajaran Matematika, IPA, PKn, dan Pengetahuan Sosial yang memenuhi kelayakan isi, penyajian, keterbacaan, dan grafika berdasarkan penilaian yang dilakukan oleh PNPBP Pusat Perbukuan Depdiknas pada tahun 2004. Buku-buku tersebut pada tahun 2006 sepatutnya telah digunakan di SD/MI di seluruh Indonesia.
Penilaian terhadap keterbacaan buku teks pelajaran yang telah dilakukan terhadap buku-buku teks pelajaran hanya berpusat terhadap aspek bacaan, baik hal-hal yang berhubungan `dengan penggunaan wacana, paragraf, kalimat, dan kata yang dipandang dari kaidah PKn dan ketersesuaian bahasa dengan peserta didik. Berdasarkan penilaian itu, PKn yang digunakan dalam buku teks pelajaran diduga dapat berfungsi sebagai media menyampaikan pesan.
Namun, informasi tentang interaksi antara pembaca (peserta didik) dengan bacaan (PKn) dalam kegiatan penilaian itu tidak menjadi pertimbangan karena informasi tersebut harus diperoleh ketika buku tersebut digunakan oleh peserta didik dalam peristiwa membaca.
Dalam menentukan keterbacaan suatu teks pelajaran dilakukan kajian pada tiga hal, yaitu keterbacaan teks, latar belakang pembaca, dan interaksi antara teks dengan pembaca. Hal ini sesuai dengan konsep dasar yang diungkapkan Prof. Dr. Yus Rusyana (1984: 213) bahwa keterbacaan berhubungan dengan peristiwa membaca yang dilakukan seseorang, sehingga akan bertemali dengan aspek (1) pembaca; (2) bacaan; dan (3) latar. Ketiga komponen tersebut akan dapat menerangkan keterbacaan buku teks pelajaran.
Tulisan ini akan lebih dominan mengungkap tentang hasil kajian keterbacaan buku teks pelajaran. Keterbacaan yang dimaksud adalah kemampuan berinteraksi penggunaan PKn dalam buku teks pelajaran dengan peserta didik sebagai pembaca. Oleh karena itu, mudah-mudahan tulisan ini dapat memberikan sumbangan pemikiran tentang penggunaan PKn dalam konteks pembelajaran.
C. Beberapa Hasil Studi Keterbacaan
Keterbacaan (readability) adalah seluruh unsur yang ada dalam teks (termasuk di dalamnya interaksi antarteks) yang berpengaruh terhadap keberhasilan pembaca dalam memahami materi yang dibacanya pada kecepatan membaca yang optimal (Dale & Chall dalam Gilliland, 1972). Mc Laughin (1980) menambahkan bahwa keterbacaan itu berkaitan dengan pemahaman pembaca karena bacaannya itu memiliki daya tarik tersendiri yang memungkinkan pembacanya terus tenggelam dalam bacaan.
Gilliland (1972) kemudian menyimpulkan keterbacaan itu berkaitan dengan tiga hal, yakni kemudahan, kemenarikan, dan keterpahaman. Kemudahan membaca berhubungan dengan bentuk tulisan, yakni tata huruf (topografi) seperti besar huruf dan lebar spasi. Kemudahan ini berkaitan dengan kecepatan pengenalan kata, tingkat kesalahan, jumlah fiksasi mata per detik, dan kejelasan tulisan (bentuk dan ukuran tulisan). Kemenarikan berhubungan dengan minat pembaca, kepadatan ide pada bacaan, dan keindahan gaya tulisan.
Keterpahaman berhubungan dengan karakteristik kata dan kalimat, seperti panjang-pendeknya dan frekuensi penggunaan kata atau kalimat, bangun kalimat, dan susunan paragraf.
Selanjutnya, Klare (1984:726) menyatakan bahwa bacaan yang memiliki tingkat keterbacaan yang baik akan memengaruhi pembacanya dalam meningkatkan minat belajar dan daya ingat, menambah kecepatan dan efisiensi membaca, dan memelihara kebiasaan membacanya. Pada dasarnya, tingkat keterbacaan itu dapat ditentukan melalui dua cara, yaitu melalui formula keterbacaan dan melalui respons pembaca (McNeill, et.al., 1980; Singer & Donlan, 1980).
Formula keterbacaan pada dasarnya adalah instrumen untuk memprediksi kesulitan dalam memahami bacaan. Skor keterbacaan berdasarkan formula ini didapat dari jumlah kata yang dianggap sulit, jumlah kata dalam kalimat, dan panjang kalimat pada sampel bacaan yang diambil secara acak. Formula Flesch (1974), Grafik Fry (1977), dan Grafik Raygor (1984) menggunakan rumus keterbacaan yang hampir sama. Dari ketiga formula itu, Grafik Fry lebih populer dan banyak digunakan karena formulanya relatif sederhana dan mudah digunakan.
Tingkat keterbacaan wacana juga dapat diperoleh dari tes keterbacaan terhadap sejumlah pembaca dalam bentuk tes kemampuan memahami bacaan. Tes itu menguji apa yang disebutkan oleh Bernhardt (1991) sebagai ’enam faktor heuristic dalam pemahaman isi bacaan’. Tiga faktor berkaitan dengan teks (text driven), yaitu pengenalan kata, proses dekoding fonem-grafem, dan pengenalan sintaksis kalimat.
Tiga faktor lain berhubungan dengan pengetahuan pembaca (knowledge driven), yaitu intratextual perception, metacognition, dan prior knowledge. Ketiga faktor terakhir itu sifatnya tersembunyi dan tersirat, sebagaimana telah dibahas pada bagian terdahulu.
Penelitian tentang keterbacaan buku sudah berlangsung sejak tahun 1920-an, antara lain dilakukan oleh Lively dan Pressey yang menemukan formula keterbacaan berdasarkan struktur kata dan kalimat serta makna kata yang diukur dari frekuensi dan kelaziman pemakaiannya (Klare, 1984).
Dale (dalam Tarigan, 1985) meneliti jumlah kosakata yang digunakan oleh anak-anak pembelajar pemula di Amerika Serikat. Sebanyak 1500 kata telah dikuasai mereka, terutama kosakata yang berhubungan dengan kata-kata yang digunakan sehari-hari. Memasuki tahun kedua, para siswa itu telah menguasai kosakata sejumlah 3000 kata.
Penambahan kosakata setiap tahun sekitar 1000 kata, sehingga jumlah kosakata rata-rata bagi lulusan SMA sekitar 14000 kata, dan bagi mahasiswa sekitar 18000 sampai 29000 kata (Harris & Sipay dalam Zuchdi, 1995).
Hasil studi keterbacaan yang dilaksanakan oleh Tim Pusat Perbukuan tahun 2003-2004 menyimpulkan bahwa ciri-ciri penting dari suatu buku teks pelajaran untuk sekolah dasar yang memiliki keterbacaan tinggi dapat dilihat dari penggunaan aspek wacana, paragraf, kalimat, pilihan kata, dan pertanyaan atau latihan-latihan dalam buku teks pelajaran tersebut.
Berdasarkan kajian terhadap aspek wacana, maka buku pelajaran sekolah dasar yang memiliki keterbacaan tinggi untuk siswa kelas satu sampai dengan kelas tiga jika disajikan dengan menggunakan wacana narasi, sedangkan untuk siswa kelas empat sampai dengan enam disajikan dengan menggunakan wacana deskripsi.
Berdasarkan kajian terhadap aspek paragraf dari penelitian itu, diketahui bahwa buku pelajaran sekolah dasar yang memiliki keterbacaan tinggi adalah buku pelajaran yang disajikan dengan menggunakan paragraf-paragraf deduktif. Paragraf induktif dapat digunakan dalam meningkatkan pemahaman siswa kelas empat, lima, dan enam jika digunakan dalam wacana narasi.
Berdasarkan kajian terhadap aspek kalimat, maka buku pelajaran sekolah dasar yang memiliki keterbacaan tinggi bagi siswa kelas dua dan tiga adalah jika kalimat-kalimat yang digunakannya berupa kalimat sederhana, sedangkan untuk siswa kelas empat sampai dengan enam dapat menggunakan kalimat luas yang dapat meningkatkan pemahamannya secara lebih baik. Jika wacana yang digunakannya adalah wacana argumentasi, maka kalimat-kalimat sederhana dalam wacana tersebut dapat meningkatkan keterbacaan suatu buku pelajaran.
Berdasarkan kajian terhadap aspek penggunaan kata atau pilihan kata maka buku pelajaran sekolah dasar untuk siswa kelas satu sampai dengan tiga yang memiliki keterbacaan tinggi jika pada buku tersebut digunakan kosakata sederhana, memiliki sukukata sederhana, dan kosakatanya berhubungan dengan konteks social siswa. Penggunaan kosakata dalam buku pelajaran untuk siswa kelas empat sampai dengan enam sebaiknya menghindari penggunaan istilah-istilah khusus, asing atau bermakna konotatif.
Berdasarkan kajian terhadap pertanyaan bacaan atau latihan dalam buku teks pelajaran, diketahui bahwa buku pelajaran untuk sekolah dasar kelas satu sampai dengan kelas tiga sebaiknya menggunakan pertanyaan bacaan berbentuk isian terbatas, rumpang kata, atau melengkapi sebuah kata dalam konteks kalimat. Sementara itu, pertanyaan atau latihan untuk siswa kelas empat sampai dengan kelas enam dapat menggunakan pertanyaan, perintah, atau latihan yang menuntut pengembangan kemampuan berpikir logis dan kemampuan berpikir abstrak.
Dalam kaitan dengan pengukuran keterbacaan suatu bacaan atau buku teks pelajaran untuk sekolah dasar maka dapat dinyatakan bahwa formula SMOG (Simplified Measure of Gobbledygook) Test dapat digunakan untuk memprediksi kesesuaian peruntukan suatu bacaan sebelum bacaan tersebut digunakan sebagai bahan ajar kepada para siswa sekolah dasar. Formula ini cukup sederhana dan dapat digunakan untuk mengukur keterbacaan suatu bacaan yang paling sedikit terdiri atas 10 kalimat.
Pengukuran ahli atau guru terhadap keterbacaan suatu bahan bacaan hanya dapat dilakukan jika penilai (assessor) menguasai materi pelajaran yang akan diukur dan menguasai pula aspek-aspek kebahasaan yang digunakan dalam bacaan tersebut. Hasil pengukuran ini dapat digunakan untuk memprediksi tingkat keterbacaan, sebelum digunakan sebagai bahan ajar kepada peserta didik.
Pengukuran keterbacaan berdasarkan kemampuan siswa dalam memahami bacaan dan pertanyaan bacaan merupakan pengukuran yang realistis. Hasil pengukuran dengan cara ini menghasilkan keterbacaan yang sesuai dengan hasil pengukuran dari formula SMOG dan penilaian ahli. Pengukuran jenis ini dianggap hasil pengukuran yang paling sesuai, karena dilakukan secara langsung kepada siswa sebagai pemakainya. Hasil pengukuran ini dapat digunakan sebagai indikator dari suatu bacaan yang memiliki keterbacaan tinggi.
D. Metode Penelitian
Kajian deskriptif ini dilakukan terhadap siswa SD/MI di Indonesia dengan membagi keterwakilan sumber data dari tiga wilayah (Indonesia bagian Barat, Tengah, dan Timur). Dengan menggunakan metode angket, observasi, tes dan wawancara terhadap buku yang telah dinyatakan memiliki kelayakan sebagai buku berstandar nasional yaitu buku PKn, Matematika, Sains, dan Pengetahuan Sosial.
Sumber data dipilih dari tiga kabupaten/kota di tiga provinsi. Dari setiap kabupaten/kota dipilih tiga sekolah yang dianggap unggul, sedang, dan kurang.
Dari setiap sekolah dipilih peserta didik berdasarkan tingkatan pendidikan (kelas rendah/kelas 1 dan 2) dan kelas tinggi (kelas 3,4,5, dan 6).
Dari setiap kelas, siswa dipilih berdasarkan jenis kelamin siswa (laki-laki dan perempuan) berdasarkan penilaian guru sebagai siswa terbaik, sedang, dan kurang. Khusus untuk siswa kelas rendah, pengukuran bacaan (tes) dilakukan dengan cara dibantu dan dibimbing oleh asisten peneliti yang sudah dilatih sebelumnya dalam menafsirkan maksud peserta didik.
E. Hasil Penelitian
Dalam melakukan interaksi antara bacaan (PKn) berdasarkan keterpahaman kosakata, kalimat, paragraf, jenis teks/ bacaan; kemenarikan buku teks pelajaran; dan kemudahan dalam memahami sistematika penyajian diketahui sebagai berikut :
1. Keterpahaman kosakata dalam buku teks pelajaran bagi siswa sekolah dasar bergantung pada pengenalan mereka terhadap kosakata itu. Artinya, pemahaman mereka akan baik jika kosakata yang digunakan dalam buku PKn, Sains, dan Pengetahuan Sosial itu secara berurutan sering didengar (21,40%), kosakata tersebut sudah dikenal (20,42%), dan sering digunakan (16,22%). Ini menunjukkan bahwa kondisi siswa SMP pada umumnya memahami kosakata itu karena mereka sering mendengar, mengenal, dan sering menggunakan kosakata tersebut. Namun demikian, khusus untuk mata pelajaran Matematika justru tingkat pemahaman siswa terhadap kosakata yang digunakan karena kosakata tersebut sudah dikenal (23,0%) oleh mereka dalam kehidupan sehari-hari.
2. Keterpahaman siswa terhadap penggunaan kalimat dalam buku teks pelajaran bergantung pada keintiman kalimat tersebut dengan siswa. Artinya, jika kalimat-kalimat itu sudah sering dikenal oleh siswa maka akan semakin tinggi keterbacaan buku teks pelajaran tersebut. Namun, berbeda dengan hal ini, secara khusus untuk pelajaran Matematika suatu teks memiliki keterbacaan tinggi apabila kalimat tersebut disajikan secara efektif, lugas, jelas dan mengungkapkan makna atau tujuan yang dimaksudkan kalimat tersebut. Hal yang harus diperhatikan bahwa keterpahaman kalimat dalam buku teks pelajaran ditentukan pula oleh kesederhanaan kalimat yang digunakan. Semakin sederhana kalimat yang disusun dalam buku teks pelajaran maka akan semakin tinggi pula keterbacaan buku teks tersebut. Apabila dalam buku teks tersebut digunakan kalimat yang sulit atau belum dikenal siswa, maka keterbacaannya menjadi rendah. Namun, akan menjadi tinggi keterbacaannya jika kalimat tersebut diikuti dengan kalimat-kalimat atau uraian yang berfungsi sebagai penjelas serta kalimat tersebut sering didengar oleh para siswa, terutama pada mata pelajaran Pengetahuan Sosial.
3. Keterpahaman siswa sekolah dasar terhadap penggunaan paragraf dalam buku teks pelajaran bergantung pada letak gagasan utama dalam paragraf tersebut. Apabila dalam suatu paragraf menempatkan gagasan utama pada awal paragraf maka siswa lebih dapat memahami paragraf tersebut. Artinya, paragraf-paragraf yang disusun dengan menempatkan gagasan pokok atau pikiran utama pada awal paragraf lebih dapat dipahami siswa makna paragraf tersebut dan memiliki keterbacaan tinggi. Tingkat keterbacaan juga sangat ditentukan oleh ketersediaan gambar atau ilustrasi yang mengiringi paragraf tersebut. Dengan demikian, selain menempatkan pikiran utama atau gagasan utama pada awal paragraf, kehadiran gambar atau ilustrasi yang mengiringi paragraf tersebut dapat mempertinggi keterpahaman siswa terhadap paragraf yang digunakan.
4. Keterpahaman siswa terhadap jenis Bacaan, pada umumnya teks atau wacana yang digunakan dalam buku terstandar nasional dapat dipahami (64,55% responden). Apabila ditinjau berdasarkan bentuk-bentuk wacana yang digunakan dikaitkan dengan karakteristik bacaan yang dianggap mudah dipahami siswa ditemukan bahwa alasan suatu teks/bacaan mudah dipahami jika bacaan tersebut disajikan dengan menggunakan bentuk wacana eksposisi dan narasi atau argumentasi.
F. Pembahasan
Kualitas keterbacaan buku teks pelajaran PKn, Bahasa Indonesia, Sains, dan Pengetahuan Sosial yang berstandar nasional ditentukan oleh penggunaan kosakata, kalimat, paragraf, dan jenis wacana yang digunakan.
Dalam buku teks pelajaran terdapat beberapa penggunaan kosakata istilah keilmuan atau kosakata asing. Pemahaman terhadap kosakata ini dapat menentukan keterbacaan buku teks pelajaran.
Pemahaman siswa terhadap kosakata itu bergantung pada karakteristik kosakata tersebut, kosakata yang sering didengar (21,4%) atau sudah dikenal (20,42%) sangat dominan menentukan kualitas keterbacaan suatu teks. Semakin banyak kosakata yang jarang didengar atau tidak dikenal siswa yang digunakan dalam suatu teks maka semakin rendah keterbacaan teks tersebut.
Kondisi seperti ini sangat dirasakan siswa ketika membaca buku teks pelajaran Matematika (23,0%) dan Pengetahuan Sosial (23,4%). Kenyataan ini sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Dale (1973) dan Petty, Herold, and Stall (1968), seperti yang dilaporkan oleh Zuchdi (dalam World Bank Report, 1995) bahwa buku teks pelajaran terlalu banyak memuat kata-kata teknis yang jarang digunakan dalam kehidupan sehari-hari.
Kenyataan ini menyulitkan bagi siswa dalam memahami kosakata dalam suatu teks pelajaran. Penelitian yang dilakukan Zuchdi (1997) juga mengungkapkan jumlah kosakata dalam buku paket PKn yang digunakan di SMP rata-rata berjumlah 8000 kata, terdiri atas kata dasar, kata berimbuhan, kata majemuk, dan kata ulang. Penambahan setiap tahunnya kira-kira 1000 kata.
Dalam memahami pesan yang terdapat dalam materi buku teks pelajaran siswa harus memahami makna kalimat yang digunakannya. Pemahaman kalimat ini dapat menentukan keterbacaan buku teks pelajaran tersebut.
Kalimat-kalimat yang sudah intim dan menggunakan kosakata yang sudah dikenal siswa (36,9%) serta kalimat yang disusun secara efektif, lugas, jelas, dan mengungkapkan makna yang hendak dicapai oleh kalimat tersebut (25,2%) dapat lebih menentukan kualitas keterbacaan buku teks tersebut.
Penggunaan kalimat-kalimat yang kompleks dan teknis dapat menurunkan kualitas keterbacaan teks tersebut, terutama dalam buku pelajaran PKn (50%).
Kesulitan siswa memahami kalimat yang terdapat dalam buku teks pelajaran menjadi penyebab rendahnya keterbacaan. Kesulitan itu, karena beberapa alasan di antaranya karena penggunaan kalimat sulit dalam buku teks pelajaran tersebut tidak diikuti oleh kalimat penjelas (21,97%) dan kalimat tersebut belum pernah dan tidak dikenal siswa (20,32%).
Sementara itu, penelitian lain tentang pemahaman kalimat ditinjau berdasarkan panjang kalimat yang dipercaya sebagai faktor utama dalam menentukan pemahaman kalimat, sehingga biasanya dijadikan alat ukur tingkat keterbacaan sebuah wacana dan faktor penentu dalam rumus-rumus keterbacaan.
Flesch (1974) misalnya menyebutkan bahwa jumlah kalimat (bahasa Inggris) kurang dari delapan kata akan memudahkan pembacanya untuk memahami bacaan. Standar panjang kalimat adalah antara 14 sampai dengan 17 kata; sedangkan penggunaan lebih dari 25 kata sudah terlalu sukar untuk dipahami.
Dalam memahami pesan secara utuh atau pesan yang tidak tersurat dalam suatu teks, pembaca harus memahami paragraf tersebut. Pemahaman terhadap paragraf ini turut menentukan keterbacaan buku teks pelajaran.
Penggunaan paragraf deduktif atau yang menyajikan pikiran utama pada bagian awal paragraf (15,3%) dan paragraf yang dilengkapi dengan ilustrasi atau gambar (14,7%) dapat lebih meningkatkan keterbacaan suatu teks di dalam buku teks pelajaran.
Pada umumnya, bacaan dalam buku teks pelajaran PKn, Bahasa Indonesia, Sains, dan Pengetahuan Sosial yang berstandar nasional mudah dipahami siswa (64,55%), tetapi terdapat pula bacaan yang sulit dipahami (35,45%).
Bacaan yang dipandang mudah dipahami jika jenis bacaan tersebut disajikan dalam bentuk paragraf ekspositif (22,62%), naratif (22,12%), dan argumentatif (20,87%).
Para siswa menyatakan penyajian buku teks pelajaran SMP yang berstandar nasional menarik (97%), hanya 3% yang menyatakan tidak menarik.
Beberapa alasan yang menyatakan bahwa buku teks pelajaran tersebut menarik di antaranya karena buku tersebut dilengkapi dengan gambar dan ilustrasi yang turut memperjelas isi bacaan (16,3%) dan menggunakan tipografi/ huruf yang jelas dan mudah dibaca (16,0%).
Menurut mereka, penyajian warna-warni pada semua halaman atau bentuk-bentuk lain yang diupayakan penerbit untuk memberikan daya tarik dipandang tidak signifikan menentukan tingkat kemenarikan penyajian buku teks pelajaran.
G. Kesimpulan
Dari uraian di atas dapat diungkapkan beberapa hal menarik tentang perkembangan penggunaan bahasa Indonesia pada mata pelajaran PKn dalam konteks kajian keterbacaan sebagai berikut :
1. Keterpahaman penggunaan kosakata bahasa Indonesia pada mata pelajaran PKn dalam buku teks pelajaran ditentukan oleh seringnya kosakata tersebut didengar dan sudah dikenal oleh siswa. Keterpahaman kalimat dalam buku teks pelajaran PKn ditentukan oleh tingkat keintiman dan kesederhanaan kalimat tersebut bagi siswa, jika kalimat-kalimat dalam buku teks sudah sering dikenal oleh siswa atau disajikan dengan susunan yang sederhana maka keterbacaan buku teks pelajaran tersebut semakin tinggi. Keterpahaman paragraf dalam buku teks pelajaran ditentukan oleh letak pikiran utama atau gagasan pokok yang disajikan dan ketersediaan gambar atau ilustrasi yang mengiringi paragraf tersebut. Keterpahaman teks atau bacaan buku terstandar pada umumnya tinggi, karena menggunakan jenis wacana narasi, eksposisi, dan argumentasi. Keterpahaman bacaan dalam buku teks pelajaran eksakta (Matematika dan Sains) tinggi jika menggunakan jenis wacana eksposisi dan argumentasi, sedangkan mata pelajaran sosial (PKn dan Pengetahuan Sosial) menggunakan jenis wacana narasi dan eksposisi.
2. Keterpahaman penggunaan bahasa Indonesia pada mata pelajaran PKn yang digunakan dalam buku teks pelajaran turut menentukan keterbacaan suatu buku teks pelajaran tersebut. Semakin tinggi keterpahaman buku teks pelajaran maka semakin tiggi pula keterbacaan buku tersebut.
H. Saran
Berdasarkan simpulan di atas, pada bagian ini disampaikan saran sebagai berikut :
1. Untuk meningkatkan perkembangan penggunaan bahasa Indonesia pada mata pelajaran PKn di kalangan peserta didik diperlukan kajian-kajian keterbacaan buku teks pelajaran atau buku yang digunakan dalam kegiatan pembelajaran. Selain itu, diperlukan pula peningkatan kualitas keterbacaan buku teks pelajaran.
2. Hal yang tidak kalah penting, dalam mendorong perkembangan penggunaan bahasa Indonesia pada mata pelajaran PKn di kalangan peserta didik diperlukan pula peningkatan kegiatan membaca siswa. Oleh karena itu, seharusnya guru selalu memotivasi siswa untuk selalu membaca setiap hari, baik yang berhubungan dengan materi pelajaran maupun untuk mencari informasi dari koran, surat kabar, maupun internet.
Dalam rangka meningkatkan kegemaran siswa terhadap penggunaan bahasa Indonesia pada mata pelajaran PKn seharusnya para pendidik mendorong peserta didik untuk meningkatkan kegiatan membaca. Setiap hari, seharusnya siswa dibekali kuis, latihan, atau kegiatan yang dapat mendorong mereka meningkatkan porsi membaca agar kemampuan membaca para siswa sekolah dasar semakin baik.
3. Untuk meningkatkan kualitas penggunaan bahasa Indonesia pada mata pelajaran PKn, khususnya keterbacaan buku teks pelajaran PKn, sebaiknya jika penulis atau penerbit akan melakukan revisi buku tersebut dapat mengganti penggunaan kosakata yang jarang didengar dan belum dikenal oleh siswa; mengganti penggunaan kalimat yang belum intim dengan siswa dan kalimat yang kompleks; menata kembali paragraf-paragraf yang dapat diubah menjadi paragraf deduktif dan melengkapinya dengan gambar dan ilustrasi; menyesuaikan bentuk wacana dengan jenis wacana yang memiliki keterbacaan tinggi bagi siswa.
I. Daftar Pustaka
1. Bernhardt, E.B. 1991. Reading development in a second language: Theoretical, empirical, and classroom perspectives. Norwood, NJ: Ablex.
2. British Council. 1995a. Education in Indonesia. Jakarta: The British Council.
Chall, J.S. & Dale, E. 1995. Readability revisited: the new Dale-Chall readability formula. Cambridge, Massachusetts: Brookline Books.
3. Goodman, K.S. 1982. Reading: A psycholinguistic guessing game. In K.S. Goodman, Language and literacy: The selected writings of Kenneth S. Goodman Vol. 1, pp. 173-183. Boston: Routledge & Kegan Paul.
4. Gilliland, John. 1972. Readability. London: Holder and Stroughton.
5. Harrison, C. 1980. Readability in the classroom. Cambridge: Cambridge University Press.
Klare, G.R. 1984. Readability: Handbook of Reading Research. New York: Longman Inc.
Pusat Perbukuan. 2002. Pedoman Pengembangan Standar Perbukuan. Departemen Pendidikan
Nasional.
6. Rusyana, Yus. 1984. Bahasa dan Sastra dalam Gamitan Pendidikan. Bandung: CV Diponegoro.
Rusyana, Yus dan Suherli (2004) Studi Keterbacaan Buku Pelajaran Sekolah Dasar. Jakarta: Pusat Perbukuan Depdiknas.
7. Schrock, Kathleen. 1995. Elementary Reading Instruction. The McGraw-Hil Company. [tersedia] http://school.discovery.com (6 Sept 2003)
8. Tampobolon. 1991. Mengembangkan Minat dan Kebiasaan Membaca pada Anak.Bandung: Angkasa.
Departemen Pendidikan Nasional, Pusat Perbukuan (2005) Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 11 tahun 2005 tentang Buku Teks Pelajaran.World Bank. 1995. Indonesia: Book and Reading Development Project. Staff Appraisal report.
Sumber :
http://www.slideboom.com/presentations/185503/Pengenalan-Rancangan-Penelitian
http://sanaky.staff.uii.ac.id/2011/07/02/rancangan-penyusunan-desain-penelitian/
http://www.infoskripsi.com/Proposal/Proposal-Penelitian-Kuantitatif-Skripsi.html
http://yudisupriadisangpengabdi.blogspot.com/2011/08/draft-rancangan-proposal-penelitian.html
Kawasan Perdagangan Bebas ASEAN ( ASEAN Free Trade Area, AFTA) adalah sebuah persetujuan oleh ASEAN mengenai sektor produksi lokal di seluruh negara ASEAN.
- Meningkatkan daya saing ASEAN sebagai basis produksi dalam pasar dunia melalui penghapusanbea dan halangan non-bea dalam ASEAN.
- Menarik investasi asing langsung ke ASEAN Mekanisme utama untuk mencapai tujuan di atas adalah skema “Common Effective Preferential Tariff (CEPT)".